GUANTANAMO - Encep Nurjaman atau yang lebih dikenal sebagai Hambali bersama dua terdakwa asal Malaysia, Nazir bin Lep dan Farik bin Amin, pada Senin (24/4), hadir di ruang sidang di penjara militer Amerika Serikat (AS) di Kuba, untuk menjalani sidang praperadilan yang dapat disaksikan wartawan melalui tautan video.

Ketiganya didakwa atas keterkaitan mereka dengan kasus terorisme bom Bali di Indonesia pada 2002 dan 2003.

Dikutip dari BenarNews, pengacara yang membela dalang pelaku bom Bali 2002, Hambali, dan dua tahanan asal Malaysia dalam persidangan di penjara Teluk Guantanamo, mengatakan jaksa penuntut umum akan mengakhiri berbagi bukti dengan pengacara ketiga tahanan tersebut pada Januari 2024.

Hal ini menggambarkan betapa lambatnya kemajuan persidangan bagi ketiga pria yang telah ditahan sejak 2006 di penjara kontroversial tersebut.

Ketua tim jaksa penuntut umum, Kolonel George C. Kraehe mengatakan timnya berusaha untuk "menyelesaikan kasus ini pada Maret 2025".

Sebelumnya, pengacara Brian Bouffard, yang mewakili bin Lep, mempertanyakan langkah pemerintah dalam memberikan bukti kepada tim pengacara. Pengacara yang mewakili bin Amin dan Hambali juga mempertanyakan hal yang sama. "Kami mencoba mengungkap alasan mengapa terus-menerus terjadi penundaan," kata Bouffard di pengadilan.

Hakim Militer Hayes C. Larsen mencatat kekhawatiran para pengacara mengenai -pengajuan kasus yang terlambat.

Kumpulkan Bukti

Kraehe mengatakan timnya sedang bekerja mengumpulkan bukti untuk persidangan, dan menambahkan bahwa mereka terus mengerjakan hal itu bahkan selama persidangan. "Hal ini tidak lazim dalam kasus keamanan nasional," katanya.

Kraehe mengatakan sekitar 90 persen bukti telah diserahkan kepada pihak pengacara, dan 10 persen sisanya sangat dirahasiakan. Karena itu, ada langkah-langkah yang harus diambil sebelum bukti-bukti tersebut diserahkan ke pengacara. Dia berharap dapat menyelesaikannya pada akhir Januari 2024.

Hambali, bin Amin, dan bin Lep yang disebut sebagai "musuh asing yang berperang" dalam beberapa dokumen pengadilan, menghadapi dakwaan terkait dengan bom Bali pada 12 Oktober 2002 yang menewaskan 202 orang dan tercatat sebagai serangan teror paling fatal di Indonesia hingga saat ini, dan pengeboman di JW Hotel Marriot di Jakarta pada 2003.

Setelah ditangkap pada tahun 2003 di Thailand, ketiganya dibawa ke suatu situs hitam rahasia CIA sebelum dipindahkan ke penjara Teluk Guantanamo pada 2006.

Sebuah laporan Senat AS yang dirilis pada 2014 mengungkapkan bahwa masing-masing terdakwa disiksa selama berada di situs hitam itu.

Sidang Senin, yang pertama dari tiga hari yang dijadwalkan, dimulai dengan jaksa mempertanyakan hakim Larsen, yang akan meninggalkan kursi hakimnya pada Juni untuk memimpin Kantor Layanan Pertahanan wilayah barat Angkatan Laut AS. Larsen mengatakan belum mendapat informasi siapa yang akan mengambil alih sidang tersebut.

Dua puluh menit setelah persidangan, Bouffard dan Christine Funk, pengacara yang mewakili bin Amin, mengeluhkan hal yang sama yang telah mereka lakukan selama proses peradilan, tentang layanan terjemahan yang tidak memadai, dengan mengatakan bahwa terjemahan yang klien mereka dengar adalah bahasa Indonesia, bukan bahasa nasional mereka, bahasa Malaysia.

Belakangan, kedua pengacara itu memberi tahu Larsen terjemahan untuk kliennya dicampur dengan kata-kata bahasa Inggris. "Itu pengulangan yang melelahkan," jawab Larsen, menolak keluhan tersebut.

Selama sidang pembacaan dakwaan selama dua hari di Agustus 2021, pengacara untuk ketiga pria tersebut menghabiskan sebagian besar waktu untuk memprotes di hadapan Larsen mengenai buruknya kualitas penerjemahan.

Larsen memerintahkan jaksa militer untuk mempekerjakan dan menugaskan penerjemah yang memenuhi syarat untuk proses pengadilan ke depannya.

Baca Juga: