JAKARTA -Pakar Hukum Pidana Universitas Parahyangan,Agustinus Pohanmengatakan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik seharusnya dijatuhi kepada mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan. Hal ini melihat dari tindak pidana korupsi yang dilakukan Wahyu berkaitan dengan kegiatan politik.

"Logikanya adalah hak yang terkait dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan. Maka ketika seseorang melakukan korupsi dalam kegiatan politik, sebagaimana dilakukan oleh WS (Wahyu Setiawan), maka sangatlah relevan untuk dilakukan pencabutan hak politik," kata Agustinus kepada Koran Jakarta, Minggu (6/9).

Menurut Agustinus, pencabutan hak politik itu dapat berperan penting dalam penjeraan para koruptor maupun pencegahan umum. Meski demikian, hingga saat ini, belum ada kriteria khusus dalam undang-undang (UU) hingga seseorang wajib atau tidaknya dijatuhi pidana tambahan itu.

UU, sambungnya, hanya menyebutkan pencabutan hak tertentu. Sehingga, Agustinus berpendapat pidana pencabutan hak politik itu harus diberikan, berdampingan dengan pidana pokok.

"Kriterianya adalah adanya korelasi antara tipikor yang dilakukan dan hak yang dicabut. Yang terbaik adalah adanya korelasi antara motif dan hak yang dicabut. Suatu tipikor terkait upaya memenangkan Pilkada maka haknya untuk ikut Pilkada dicabut seumur hidup. Dalam hal ini sangat relevan dengan tujuan pidana sekaligus upaya melindungi masyarakat," tuturnya.

Secara terpisah Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Takdir Suhan mengatakan, pihaknya dalam memberikan tuntutan pencabutan hak politik dikhususkan kepada terdakwa yang pada saat melakukan tindak pidana menduduki jabatan selaku penyelenggara Negara. Atau memiliki kewenangan sebagai pengambil kebijakan untuk kepentingan umum, seperti Wahyu Setiawan.

"Atas dasar itulah sehingga ke depannya yang para terdakwa yang telah menjadi terpidana dan selesai menjalani masa pidana badannya untuk tidak kembali dipilih menduduki jabatan publik yang dapat menimbulkan tindak pidana serupa," kata Takdir.

Diketahui sebelumnya, Majelis HakimTipikorpada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak menjatuhi Wahyu pencabutan politik untuk Wahyu seperti tuntutan jaksa. Padahaldia terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut dengan orang kepercayaannya, Agustiani Tio Fridelina, dengan menerima uang senilai total 600 juta rupiah terkait penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024, sebagaimana dakwaan primair.

Ia juga dinilai terbukti menerima 500 juta rupiah dari Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat, Rosa Muhammad Thamrin Payapo. Uang ini terkait dengan pemilihan Calon Anggota KPU Daerah Provinsi Papua Barat periode tahun 2020-2025 sebagaimana dakwaan kumulatif (kedua).

Atas salah satu pertimbangan itulah, JPU sampai mengajukanupaya hukum banding untuk vonis Wahyu dan Agustiani. Wahyudivonisenam tahun penjara dan denda 150 juta rupiah dengan subsider empat bulan kurungan. ola/N-3

Baca Juga: