JAKARTA - Badan Pangan Nasional menyatakan terus mewaspadai pasokan pangan di tengah resesi global dan krisis pangan global. Perlunya mewaspadai pasokan pangan itu untuk memastikan cadangan tetap cukup dan aman, agar harga bahan pangan tidak dimainkan oleh spekulan.

Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional, I Gusti Astawa, mengatakan semua pihak tidak boleh terlena kalau Tanah Air subur karena kondisi riil di lapangan ada daerah yang surplus, dan ada daerah yang defisit. "Ini menjadi peran kita bersama," ujar Astawa pada peluncuran Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) Sulawesi Selatan yang dipantau dari Jakarta, Senin (24/10).

Saat ini, paparnya, ketersediaan beras di Indonesia masih cukup sampai 88 hari ke depan, sedangkan pasokan jagung cukup untuk 52 hari ke depan, bawang merah 39 hari, cabai besar 12 hari, daging lembu 82 hari, daging ayam ras 62 hari, gula konsumsi 149 hari, dan minyak goreng 77 hari. Hanya kedelai yang diperkirakan akan cukup untuk 7 hari ke depan sehingga perlu diperhatikan penambahan pasoknya, terutama bagi perajin tahu dan tempe.

"Ada lima jenis cadangan pangan yang perlu dijaga, yakni cadangan pangan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten atau kota, pemerintah desa, dan masyarakat," katanya.

Badan Pangan juga terus berupaya agar Perum Bulog dapat menyerap produksi petani untuk memenuhi cadangan pemerintah. Saat ini, Bulog memiliki pasokan sekitar 700 ton beras sehingga perlu ditambah. "Kami sedang membenahi Perpres (Peraturan Presiden) tentang cadangan pangan. Tiga komoditas utama yang cadangannya akan kami tata, yakni beras, jagung, dan kedelai sehingga cadangannya dikuasai Bulog untuk mengendalikan harga," katanya.

Selain itu, juga berupaya memobilisasi pasokan pangan dari daerah yang mengalami surplus ke daerah yang defisit. Dengan berbagai upaya tersebut, dia berharap pemerintah dapat menjaga agar tingkat inflasi tidak melebihi tingkat pertumbuhan ekonomi.

Dewan Penasihat Institut Agroekologi Indonesia (Inagri), Ahmad Yakub, mengatakan pemerintah melalui Badan Pangan Nasional harus melakukan transformasi sistem pangan sesuai dengan keadaan negara kepulauan dan memiliki karakteristik pangan lokal yang beraneka ragam.

"Tranformasi sistem pangan nasional memetakan berbagai sumber dan jenis pangan sesuai regional sekaligus pemetaan kerentanan pangan setiap wilayah," kata Yakub.

Dengan demikian, pemerintah mempunyai data dan informasi yang cukup untuk mengambil kebijakan pangan. Indonesia, katanya, harus mencontoh Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok yang memiliki cadangan pangan kuat. Berdasarkan data dari IFSR tahun 2020, cadangan pangan AS dapat bertahan selama 1.068 hari atau setara 107,8 juta ton pangan untuk 331 juta warga negaranya, sedangkan Tiongkok cadangan pangannya sebanyak 294 juta ton untuk 1,44 miliar jiwa.

Baca Juga: