Membicarakan Gus Dur, tidak bisa dilepaskan dari keunikan dan seni cara membuat guyonan. Bisa dikatakan ini sudah mendarah daging dalam diri. Selain berpolitik, Gus Dur juga tokoh bangsa yang pandai membuat orang terbahak- bahak setiap melucu. Menariknya, setiap leluconnya kerap kali mengandung sindiran negeri Indonesia. Seperti yang terdapat di lelucon "polisi jujur".

Menurut Gus Dur, di negeri ini hanya ada tiga polisi jujur: patung polisi, polisi tidur, dan polisi Hoegeng (Mantan Kapolri Hoegeng Imam Santoso). "Lainnya?" tanya beberapa wartawan. Gus Dur hanya tersenyum (hal 50).

Ada juga lelucon tentang tiga jenis orang NU. Pertama, kalau mereka datang dari pukul 07.00-21.00 dan menceritakan tentang NU, itu biasanya orang NU yang memang punya komitmen dan fanatik. Kedua, mereka yang meski sudah larut malam, sekitar pukul 21.00-01.00 masih mengetuk pintu dan membicarakan NU, namanya orang gila NU.

Kalau ada orang NU yang masih juga mengetuk pintu rumah saya jam dua dini hari hingga jam enam pagi, namanya orang NU yang gila (hal 40). Inilah Gus Dur dengan berbagai keunikannya bisa membuat orang tertawa dengan keadaan yang santai ataupun serius. Selain itu, dia juga bisa menjadi teladan.

Menurutnya, kehidupan di dunia ini harus disikapi dengan santai dan tenang. Orang tidak perlu takut selagi memang berada dalam jalur yang benar. Lelucon ini bentuk sindiran orang bisa berbahagia di mana saja. Guyonannya juga menjadi wadah untuk berinteraksi dengan orang lain. Dengan bercanda warga bisa berdialog dengan orang lain, bercerita dengan terbuka, dan tentunya mengantarkan pengetahuan baru.

Bisa dikatakan seni bercanda seseorang akan mengantarkan pada titik yang menyenangkan di kemudian hari. Buku Wisdom of Gus Dur mengungkapkan, berdialog dapat menciptakan wajah manusia yang tidak memandang perbedaan suku, budaya, dan latar belakang sejarah. Dia juga membuka jalan untuk mengangkat nilai-nilai universal dan komitmen budaya perdamaian serta kerukunan umat beragama.

Agama itu inspiratif dan kekuatan moral. Maka, agama harus membentuk etika masyarakat. Inilah yang seharusnya diserap dengan baik, bahwasanya dengan berdialog akan membangun wawasan. Berangkat dari guyonan, akan mengakar pada interaksi yang kemudian membuat rakyat mengerti pentingnya kebersamaan dan toleransi.

Begitulah Gus Dur dengan beberapa kelebihan dan kekurangannya berhasil membuat negeri ini saling merangkul dan berjabat tangan. Dia mengajarkan untuk menjadi manusia yang pandai menghargai dan menghormati orang lain. Untuk menjaga keutuhan NKRI, masyarakat harus saling mencintai dan menyayangi.

Buku ini menjadi sebuah isyarat bahwa banyak guyonan Gus Dur berfaedah dan relevan untuk kehidupan sekarang. Dengan guyonan, bangsa juga diajak memahami pentingnya keakraban melalui kelucuan dalam situasi serius ataupun santai.

Sedikitnya ada 100 guyonan yang terdapat dalam buku ini yang memberi sentilan berfaedah. Melalui guyonan, Gus Dur juga memberi dorongan untuk menjadi manusia yang berguna bagi bangsa dan negara.

Diresensi Nurul Izzah, Mahasiswa UIN Walisong Semarang

Baca Juga: