Kreativitas guru dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran akan menjadi kunci sukses pelaksanaan Kurikulum Merdeka. Untuk itu, guru didorong lebih mandiri, mampu berkolaborasi
JAKARTA - Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyebutkan kreativitas guru dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran yang tak hanya terbatas di dalam ruangan kelas menjadi kunci sukses pelaksanaan Kurikulum Merdeka.
"Meskipun anak di tempatnya masing-masing karena tidak bisa datang ke sekolah, guru bisa menciptakan kegiatan-kegiatan, memberikan kesempatan kepada anak untuk mengeksplor metode inquiry," kata Plt Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbudristek Zulfikri Anas di Jakarta, Jumat (23/9).
Untuk mendukung guru agar kreatif mengembangkan kegiatan pembelajaran, Zulfikri mengatakan Kemendikbudristek telah menyiapkan bahan-bahan terkait aturan kebijakan hingga panduan melalui platform Merdeka Mengajar.
"Kita lebih mendorong guru untuk lebih banyak belajar mandiri, secara berkolaborasi, membangun komunitas-komunitas belajar dan kami siapkan bahan-bahannya mulai dari kebijakan, panduan, lalu model-model yang bisa menginspirasi," ujar dia.
"Guru juga diberi ruang untuk berbagi karya-karyanya. Ini akan membuka ruang bagi guru untuk berkreasi semaksimal mungkin," sambungnya.
Secara terpisah, pengamat pendidikan sekaligus Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan bahwa guru harus kreatif sebab Kurikulum Merdeka memang disusun untuk memberikan fleksibilitas dan kelonggaran terhadap kegiatan belajar mengajar.
"Di Kurikulum Merdeka ini ya memang itu yang lebih ditekankan. Fleksibilitas, kelonggaran dan kemerdekaan," ujar dia.
Meski demikian, Satriwan menilai para guru di setiap sekolah juga sebaiknya tetap mendapatkan pendampingan guna mencegah terjadinya distorsi implementasi. Dalam hal ini, pemerintah pusat dapat berkolaborasi dengan pemerintah daerah.
Diketahui, saat ini ada dua jalur untuk mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. Pertama, jalur sekolah penggerak di mana kepala sekolah harus melalui seleksi terlebih dahulu lalu mendapatkan pendampingan dan pendanaan.
Sedangkan jalur kedua adalah jalur mandiri di mana pengimplementasian Kurikulum Merdeka dilakukan oleh sekolah secara mandiri. "Jadi sebaiknya semua dapat perlakuan yang sama, sesuai dengan prinsip penyelenggaraan pendidikan yang berkeadilan, demokratis dan non diskriminatif," tutup Satriwan.
Zulfikri Anas percaya Kurikulum Merdeka mampu menjawab kebutuhan sumber daya manusia (SDM) di masa depan, saat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin tidak bisa dihindari.
"Sesuai perkembangan zaman, kita tidak bisa menghindar dari ilmu pengetahuan dan teknologi serta budaya masyarakat yang masuk era digital. Modal utama era digital adalah berpikir kritis dan Kurikulum Merdeka mampu menjawabnya," kata Zulfikri.
Hal terpenting lainnya, kata dia, adalah anak harus mampu menguatkan karakter dan akhlak mulia sebagaimana ciri orang Indonesia. "Dan Kurikulum Merdeka ini juga fokus pada karakter," katanya.
Senada dengan Zulfikri, Satriwan Salim juga mengatakan implementasi Kurikulum Merdeka akan menjawab tantangan SDM masa depan, apalagi setiap pembuatan kurikulum tentu disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.