Gubernur Papua nonaktif, Lukas Enembe mengajukan permohonan praperadilan. Langkah tersebut ditempuh Enembe karena menilai penetapan tersangka, penangkapan, penahanan, perpanjanganpenahanan, dan penyidikan, yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terhadap dirinya tidak sah.

JAKARTA - Gubernur Papua nonaktif, Lukas Enembe mengajukan permohonan praperadilan. Langkah tersebut ditempuh Enembe karena menilai penetapan tersangka, penangkapan, penahanan, perpanjanganpenahanan, dan penyidikan, yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terhadap dirinya tidak sah.

Pengajuan permohonan praperadilan tersebut diajukan Lukas Enembe, ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, melalui kuasa hukumnya, Tim Hukum & Advokasi Gubernur Papua (THAGP), di Jakarta, pada Rabu (29/3).

Dalam permohonannya, Lukas Enembe memohon kepada Hakim PN Jakarta Selatan, agar memutus bahwa Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/81/DIK.00/01/09/2022, tertanggal 5 September 2022, yang menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka oleh KPK, terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat.

Kemudian Lukas Enembe juga memohon agar Hakim PN Jakarta Selatan juga memutus bahwa penetapan dirinya sebagai tersangka, yang dilakukan KPK berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/81/DIK.00/01/09/2022, tertanggal 5 September 2022, adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan mengikat.

"Kemudian Bapak Lukas Enembe juga memohon kepada Hakim, agar menyatakan Surat Penahanan Nomor: Sprin.Han/13/DIK.01.03/01/01/2023 tanggal 12 Januari 2023, Surat Perintah Perpanjangan Penahanan Nomor: Sprin.Han/13B.2023/DIK.01.03/01/01/2023 tanggal 20 Januari 2023, dan Surat Perintah Perpanjangan Penahanan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 76/Tah.Pid.Sus/TPK/III/PN.Jkt.Pst tanggal 2 Maret 2023, yang dilaksanakan KPK, terhadap dirinya adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya penahanan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat dan harus dinyatakan tidak sah," ujar anggota THAGP,Petrus Bala Pattyona, dalam keterangan tertulisnya ke wartawan, pada Sabtu (1/4).

Menurut Petrus, yang terpenting di sini, Bapak Lukas Enembe memohon Hakim agar memutus, untuk memerintahkan KPK, untuk mengeluarkan surat perintah penahanan dengan menempatkan Bapak Lukas Enembe pada rumah atau rumah sakit dan atau penahanan kota dengan segala akibat hukumnya.

Siap Menghadapi

Menanggapi upaya praperadilan yang dilakukan oleh Enembe tersebut, KPK mengatakan pihaknya siap menghadapi gugatan praperadilan yang dilayangkan Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe. "Tentu KPK siap hadapi praperadilan dimaksud," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Sabtu.

Ali mengatakan KPK sangat menghargai permohonan tersebut sebagai proses kontrol dalam penanganan perkara oleh KPK, terutama dalam hal aspek formil penyelesaian perkara.

Ali juga mengingatkan bahwa praperadilan sesuai ketentuan hukum bukan tempat menguji materi substansi penyidikan dan hal tersebut sudah ditegaskan dalam peraturan Mahkamah Agung RI No 4 tahun 2016.

Baca Juga: