Dalam sidang terungkap Gubernur Bengkulu non-aktif, Ridwan Mukti, meminta fee proyek kepada para kontraktor melalui istrinya, Lily Martiani Maddari.

BENGKULU - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan sesuai dengan fakta persidangan untuk terdakwa Jhoni Wijaya, Gubernur Bengkulu nonaktif, Ridwan Mukti, meminta fee proyek kepada para kontraktor melalui istrinya, Lily Martiani Maddari. Apa yang disampaikan Lily termasuk tentang fee 10 persen terhadap kontraktor pemenang tender, mewakili Ridwan Mukti.

"Sudah jelas (kesaksian di persidangan Jhoni Wijaya dari keterangan saksi Rico Dian Sari), proses dari awal dan pertemuan di Jakarta, dipahami oleh Rico itu adalah permintaan Gubernur melalui Lily," kata JPU KPK, Fitroh Rohcahyanto, seusai persidangan, di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Kota Bengkulu, Selasa (26/9).

Menurut Fitroh, JPU menghadirkan lima saksi pada persidangan atas terdakwa Joni Wijaya. Saksi yang dihadirkan tersebut adalah terdakwa Rico Dian Sari, adik kandung Lily Martiani Maddari, Rico Maddari, dua orang kontraktor lain, dan satu ajudan Ridwan Mukti.

Selain menghadirkan saksi, JPU juga menayangkan rekaman closed circuit television (CCTV) terkait pertemuan tiga orang kontraktor bersama adik Lily di salah satu hotel di Jakarta. "Pertemuan itu, katanya Gubernur ingin kenal dengan kontraktor pemenang tender, jadi diminta ke Jakarta," ungkap Rico Dian Sari memberikan keterangannya.

Komitmen "Fee"

Ridwan Mukti pada pertemuan di Jakarta, lanjut dia, tidak menyinggung mengenai fee proyek, namun Istri Gubernur yang menyampaikan komitmen fee tersebut pada pertemuan terpisah. Ridwan beserta istri dan Rico Dian Sari diduga menerima fee dari Jhoni Wijaya terkait proyek jalan di dua Kabupaten di Provinsi Bengkulu.

Keempatnya tertangkap operasi tangkap tangan KPK pada 20 Juni 2017, Jhoni Wijaya menyerahkan uang satu miliar rupiah ke Rico Dian Sari untuk disampaikan kepada istri Gubernur Bengkulu nonaktif Ridwan Mukti, sebagai bagian fee proyek pembangunan jalan di Bengkulu.

Sebagai pihak yang diduga pemberi, Jhoni Wijaya disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, sebagai pihak yang diduga penerima, Rico Dian Sari, Lily Martiani Maddari, dan Ridwan Mukti disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Basaria Pandjaitan, mengatakan KPK tidak hanya menjerat Gubernur Bengkulu nonaktif Ridwan Mukti dan istri dengan pasal korupsi saja, tetapi juga menyertakan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). Tidak hanya Gubernur Bengkulu nonaktif Ridwan Mukti saja, namun seluruhnya sejak 2017 ini dikenakan TPPU.

Pasal ini menjadi upaya maksimal mengembalikan kerugian negara dan sebagai efek jera bagi pelaku yang telah berlaku korup. "Selama ini kami lihat, mereka yang dihukum santai-santai saja (dengan hukuman kurungan). Mereka lebih sedih dan takut jika uangnya ditarik kembali. Oleh karena itu, mereka akan kami miskinkan," kata Basaria. n mza/Ant/N-3

Baca Juga: