Golkar mengharapkan seluruh parpol untuk mendukung sistem proporsional terbuka pada Pemilu 2024 karena hal itu mengikuti suara rakyat.

JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurul Arifin mengajak Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk mengikuti suara rakyat memilih sistem proporsional terbuka pada Pemilu 2024.

"Ayo Pak Hasto jangan terlalu keras begitu. Harus mengutamakan mengusung suara rakyat. Berikan rakyat itu pembelajaran politik dengan cara memilih siapa orang-orangnya yang mereka kehendaki dan percaya," kata Nurul dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (5/1).

Nurul mengaku memahami betul alasan mengapa PDIP ingin sekali menerapkan sistem proporsional tertutup lantaran memiliki identitas politik yang sangat kuat. Namun demikian, dia tetap mengajak PDIP memilih sistem proporsional terbuka.

Anggota Komisi I DPR RI ini mengatakan bahwa sistem proporsional tertutup tidak dikehendaki rakyat dan tidak serta-merta akan menyelesaikan masalah.

"Kami tetap melihat bahwa sistem proporsional terbuka itu lebih mewakili suara rakyat," ujarnya.

Nurul menegaskan proporsional tertutup tetap memiliki peluang adanya oligarki hingga potensi terjadinya korupsi. Bahkan, dia secara spesifik mengajak lembaga survei dan seluruh parpol untuk all out menolak sistem proporsional tertutup.

"Saya mengajak lembaga survei untuk bergerak. Delapan fraksi kalah dengan satu fraksi," katanya menegaskan.

Sebelumnya, delapan dari sembilan fraksi di DPR RI menyatakan sikap menolak gugatan judicial review terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur terkait sistem proporsional terbuka untuk pemilihan umum (pemilu).

Mereka meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mempertahankan sistem proporsional terbuka seperti tertuang dalam Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017.

Delapan fraksi yang dimaksud adalah Partai Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, Demokrat, PKS, PAN, dan PPP. PDIP menjadi satu-satunya partai yang mendukung sistem proporsional tertutup diberlakukan pada Pemilu 2024.

Robohkan Demokrasi

Pengamat politik Universitas Jember Dr. Muhammad Iqbal mengatakan sistem proporsional tertutup akan menjadi pemicu lonceng kematian demokrasi di Indonesia. "Jika narasi proporsional tertutup terus digaungkan, kemudian diaminkan oleh MK, dan tanpa penegakan hukum yang sarat efek jera terhadap penjahat korupsi pemilu dan politik uang, maka lonceng kematian demokrasi bisa berdentum kencang tanda kemunduran esensi demokrasi," katanya, Kamis.

Menurutny,a penolakan delapan fraksi DPR RI atas narasi mengganti sistem pemilu menjadi tertutup itu sudah tepat dan cocok dengan situasi Indonesia yang tengah mematangkan dan mendewasakan diri sebagai bangsa demokratis.

"Tidak ada yang ideal dalam sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup. Yang paling pas atau cocok dalam situasi demokrasi Indonesia yang beranjak mulai dewasa bagi saya adalah proporsional terbuka," tuturnya.

Ia menjelaskan wacana untuk kembali menjadi sistem proporsional tertutup adalah keinginan ego politik dari parpol besar untuk pertahankan status quo atau terbesit kepentingan oligarki politik untuk "memuluskan jalan" bagi partai baru agar tidak terseok di Pemilu 2024.

Sejak 2004 sistem proporsional terbuka dianut dalam rezim Pemilu Indonesia dan sistem itu memastikan calon wakil rakyat berinteraksi langsung kepada calon pemilih di daerah pemilihannya. Berbeda dengan sistem proporsional tertutup yang membuat rakyat hanya memilih parpol karena calon wakil rakyat sudah ditentukan partai, sehingga rakyat seolah membeli kucing dalam karung karena tidak tahu pasti siapa caleg yang akan dipilihnya.

"Jika Mahkamah Konstitusi terjebak dalam arus narasi sistem pemilu kali ini, maka MK boleh dikata ikut serta dalam merobohkan demokrasi sistem pemilu itu domain pembentuk UU yang mensyaratkan partisipatif masyarakat," ucap pengajar Ilmu Hubungan Internasional FISIP Unej itu.

Baca Juga: