Di Sisilia, penentangan rakyat terhadap pemerintahan Bourbon Prancis meluas. Mereka meminta pemberian otonomi lebih luas. Pada April 1860, Palermo memberontak terhadap Raja Francis II yang masih muda dan pemberontakan tersebut dengan cepat meluas ke seluruh pulau.

Di Sisilia, penentangan rakyat terhadap pemerintahan Bourbon Prancis meluas. Mereka meminta pemberian otonomi lebih luas. Pada April 1860, Palermo memberontak terhadap Raja Francis II yang masih muda dan pemberontakan tersebut dengan cepat meluas ke seluruh pulau.

Francesco Crispi, seorang pendukung Mazzini dari Sisilia, mendesak Giuseppe Garibaldi untuk pergi ke Sisilia dan memimpin pemberontakan. Sebelumnya ia dikenal sebagai mengkampanyekan pembentukan negara Italia.

Pada malam antara 5 dan 6 Mei 1860, Garibaldi dan seribu sukarelawannya yang juga disebut Kaus Merah atau Garibaldini, berlayar dari Quarto, sebuah kota pesisir dekat Genoa. Sesampainya di Sisilia, pasukan Garibaldi dengan cepat menguasai seluruh pulau.

Pada bulan Agustus, tanpa persetujuan raja Piedmont, Garibaldi berbaris menuju Napoli. Setelah mengalami kekalahan telak di Volturno, Francis II melarikan diri ke Gaeta.

Konfrontasi bersenjata antara Garibaldini dan pasukan reguler tampaknya tidak dapat dihindari. Namun, Garibaldi meredakan krisis tersebut ketika ia bertemu Victor Emmanuel II di Teano, di mana ia menyambutnya sebagai "Raja Italia" dan memberinya wilayah selatan yang baru saja dibebaskan.

Pada 17 Maret 1861, parlemen yang berkumpul di Turin secara resmi mendeklarasikan Victor Emmanuel II sebagai Raja Italia atas anugerah Tuhan dan keinginan bangsa. Turin pun menjadi ibu kota kerajaan baru tersebut dan hanya Roma dan Venesia yang tetap terpisah dari negara Italia yang baru.

Pada 1866, ketika perang pecah antara Prusia dan Austria, pemerintah Italia di bawah pimpinan Alfonso La Marmora melihat konflik tersebut sebagai kesempatan untuk menyelesaikan penyatuan semenanjung tersebut. Orang Italia menyerang pasukan Austria di Venesia. Namun, mereka mengalami kekalahan telak di Custoza dan Lissa. Pada akhirnya, Italia mencaplok Venesia hanya berkat mediasi Napoleon III, yang memperolehnya melalui Perjanjian Wina dan, pada gilirannya, menyerahkannya kepada pemerintah Italia.

Pada 1864, Italia dan Prancis menandatangani Konvensi September. Pada konvensi ini Italia setuju untuk tidak menduduki Roma dan Prancis setuju untuk memindahkan garnisunnya dari kota itu. Hingga pada 20 September 1870, pasukan Italia memasuki Roma melalui apa yang disebut "terobosan Porta Pia".

Meskipun Italia akhirnya berhasil menyatukan semenanjung, isu Roma masih jadi permasalahan. Isu Roma ini tidak akan terpecahkan sampai tahun 1929 ketika rezim fasis Italia dan pihak gereja menandatangani Patti Lateranensi atau Perjanjian Lateran.

Perjanjian tersebut berisi kesepakatan antara Kerajaan Italia di bawah pemerintahan Raja Vittorio Emanuele III dan Takhta Suci di bawah kepemimpinan Paus Pius XI untuk mengakhiri isu Roma yang telah ada sejak dulu. Perjanjian tersebut mengakui Kota Vatikan sebagai negara yang merdeka di bawah kedaulatan Takhta Suci.

Pemerintah Italia juga setuju untuk memberikan kompensasi finansial kepada Gereja Katolik Roma atas hilangnya wilayah Negara Kepausan. Pada 1948, Perjanjian Lateran diakui dalam Undang-Undang Dasar Italia untuk mengatur hubungan antara negara dan Gereja Katolik. hay/I-1

Baca Juga: