LIMA - Pemimpin partai sayap kiri Peru Libre, Pedro Castillo, pada Senin (7/6) memimpin tipis perolehan suara dalam pemilihan presiden putaran kedua melawan rivalnya dari kubu partai populis sayap kanan, Keiko Fujimori.

Keunggulan Castillo terjadi seiring dengan mencuatnya tuduhan kecurangan dalam penghitungan suara terhadap kubu Keiko.

Setelah 94,8 persen suara dihitung pada Minggu (6/6) malam, Castillo mengungguli Keiko dengan 50,2 persen suara dibandingkan dengan 49,7 persen. Namun penghitungan suara dari pilpres yang digelar pada Minggu itu hingga saat ini masih berlangsung dan hasil pastinya mungkin masih lama untuk diumumkan.

Terkait tudingan melakukan kecurangan, Keiko yang adalah anak perempuan dari mantan Presiden Peru Alberto Fujimori itu, dalam konferensi pers pada Senin malam, mengklaim dirinya memiliki bukti kuat ada itikad yang amat kentara untuk memboikot keinginan rakyat dalam pemilihan.

Dalam hitungan cepat pada Minggu, Keiko, 46 tahun, telah dinyatakan unggul tipis terhadap rivalnya, Castillo, 51 tahun.

Menanggapi adanya tudingan kecurangan yang dilakukan rivalnya, Castillo telah meminta agar otoritas pemilu Peru untuk melindungi suara saat surat suara dihitung sambil menunggu datangnya surat suara dari warga Peru yang ada di luar negeri yang mungkin memakan waktu berhari-hari.

"Hanya kalian yang bisa menyelamatkan suara orang-orang tersebut," ucap Castillo seraya meminta para pendukungnya untuk menahan diri.

Menanggapi keunggulan yang diraih Castillo, analis politik bernama Hugo Otero menyatakan jika menang maka Castillo akan jadi presiden miskin pertama Peru. Komentar Otero itu diutarakan setelah dalam kampanye, Castillo telah bersumpah untuk tak mengambil gaji sebagai presiden dan akan hidup dari gaji sebagai seorang guru.

Sementara itu pakar politik Jessica Smith menyatakan jika Castillo menang, maka ia harus bisa mengkonsolidasikan mayoritas parlemen yang akan memungkinkan dia untuk menyampaikan program ambisiusnya.

Pertarungan Ideologis

Siapa pun yang memenangkan pertarungan ideologis antara kiri dan kanan ini, akan memimpin negara yang dilanda resesi dan tingkat kematian akibat virus korona terburuk di dunia dengan lebih dari 186.000 kematian di antara 33 juta penduduknya.

Peru juga saat ini sedang berupaya mencari stabilitas politik setelah dipimpin oleh empat presiden dalam kurun waktu tiga tahun.

Berdasarkan perhitungan resmi, akibat pandemi dua juta orang Peru kehilangan pekerjaan dan hampir sepertiga populasinya sekarang ini hidup dalam kemiskinan.

Dua kandidat yang maju dalam pilpres kali ini sebelumnya telah melontar kampanye visi mereka dimana masing-masing kandidat memiliki rencana pemulihan yang berlawanan arah. Keiko mendukung model pemotongan pajak ekonomi neoliberal dan meningkatkan aktivitas swasta untuk menghasilkan pekerjaan. Sementara itu Castillo telah berjanji untuk menasionalisasi industri vital, menaikkan pajak dan meningkatkan regulasi negara.

Visi Keiko didukung oleh sektor bisnis dan kelas menengah di Peru dan kedua kalangan itu menilai Castillo sebagai ancaman komunis dengan memperingatkan Peru berisiko bisa menjadi negara yang mirip Venezuela atau Korea Utara.

Sedangkan Castillo yang basis dukungannya berada di pedesaan, lebih mengangkat ketidakpercayaan pada keluarga Fujimori dengan mengacu pada sejarah skandal korupsi yang melibatkan keluarga tersebut. AFP/I-1

Baca Juga: