Gerakan Kewirausahaan Nasional perlu dimasifkan untuk membuka lapangan kerja dan mendongkrak perekonomian yang diharapkan membawa Indonesia mampu melewati resesi ekonomi akibat pandemi Covid-19. Terlebih, saat ini utang luar negeri terus membengkak, pengangguran dan kemiskinan meningkat.

Dr H Sjarifuddin Hasan selaku Wakil Ketua MPR RI periode 2019-2024 sangat konsen dengan kondisi Indonesia saat ini seiring dengan dampak pandemi Covid-19. Sebagai wakil rakyat yang juga Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah pada era Kabinet Indonesia Bersatu II, Sjarif menyoroti banyak hal, terutama bidang UMKM yang banyak gulung tikar akibat terdampak Covid-19.

Terkait hal tersebut, berikut kutipan wawancara Koran Jakarta, Fredrikus W Sabini dengan Sjarifuddin Hasan. Berikut petikan wawancaranya.

Seperti apa tugas Anda di MPR?

Kita semua tahu setelah reformasi, MPR bukan lagi lembaga tertinggi negara, kedudukannya sudah sama dengan lembaga tinggi lainnya, seperti DPR, DPD, dan lembaga tinggi lainnya.

Sebagai pimpinan lembaga tinggi negara kami sangat intens menyosialisasikan empat pilar kebangsaan tujuannya untuk memasyarakatkan Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Bagaimana tanggapan Anda terkait kinerja pemerintah menanggulangi pandemi Covid-19 ini?

Laju pertumbuhan Covid ini terus saja meningkat dari hari ke hari, bahkan telah melewati angka satu juta. Karena itu, klaim keberhasilan pemerintah bisa berakibat fatal. Bisa jadi banyak masyarakat yang mulai berkeliaran tanpa mematuhi protokol kesehatan.

Bagaimana dengan ekonominya?

Iya, ekonomi juga masih merosot, kita masih resesi, ekonomi masih terkontraksi. Pengangguran juga bertambah, demikian juga kemiskinan.

Anda cukup konsen membicarakan soal utang. Bagaimana penilaian Anda, utang luar negeri RI telah mencapai 3.148 trilliun rupiah atau meningkat 124 persen dari pemerintah sebelumnya?

Utang luar negeri yang kian membeludak akan semakin membebani keuangan negara, sementara ekonomi rakyat belum membaik. Pemerintah perlu hati-hati mengevaluasi utang ini. Rasio utang juga kemungkinan akan naik untuk penanganan pandemi Covid-19 ini, tapi ekonomi kita juga masih terkontraksi. Artinya, ada masalah di menajemen penanganan pandemi dan keberpihakan ekonomi rakyat UMKM.

Anda sangat konsen di kewirausahaan bagi anak-anak milenial. Apa alasannya?

Bagi saya, Gerakan Kewirausahaan Nasional perlu dimasifkan dan dikampanyekan kepada semua segmen, terutama anak-anak muda. Kita semua harus mendorong anak-anak muda (milenial) untuk menjadi entrepreneur (wirausaha). Untuk itu, perlu kampanye secara masif Gerakan Kewirausahaan Nasional. Gerakan ini diyakini bisa membuka lapangan kerja dan meningkatkan perekonomian nasional sehingga bisa membawa Indonesia melewati resesi ekonomi ekonomi.

Kenapa Anda sangat konsen ke anak-anak muda?

Karena anak-anak muda atau milenial mempunyai semangat pantang menyerah. Jika mengalami kegagalan, bisa dengan cepat bangkit. Kalau kita dorong anak-anak muda ini menjadi wirausaha maka hasilnya akan luar biasa. Apalagi anak-anak muda sekarang melek teknologi informasi. Dengan era teknologi informasi, Gerakan Kewirausahaan Nasional sangat tepat saat ini.

Pada tahun 2013 pernah mengumpulkan sekitar 80 ribu mahasiswa di Gelora Bung Karno Jakarta dalam Gerakan Kewirausahaan Nasional. Saya berpikir, kalau satu orang menjadi entrepreneur dan mempekerjakan satu orang maka akan membuka lapangan kerja.

Lantas, apa harapan Anda ke pemerintah sekarang?

Saya meminta pemerintah untuk memfasilitasi setiap permasalahan yang dihadapi anak-anak muda untuk mengembangkan UMKM. Setiap permasalahan yang dihadapi tentu harus difasilitasi sehingga anak-anak muda betul-betul termotivasi untuk menjadi entrepreneur.

Memangnya seperti apa masalah UMKM itu?

UMKM itu penuh dengan kelemahan dan permasalahan, seperti kendala financial. Mereka (UMKM) sangat membutuhkan support keuangan dari mana pun. Selama ini, mereka mendapat bantuan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Ini sangat membantu.

Karena itu, saya mengusulkan untuk menaikkan plafon kredit pinjaman dari 25 juta menjadi 50 juta rupiah. Kalau bisa, plafon KUR tanpa agunan ini ditingkatkan dari 25 juta menjadi 50 juta rupiah. Sebab, saat ini inflasi sudah tinggi dan cost-nya juga tinggi sehingga diperlukan modal yang juga besar. Kenaikan plafon pinjaman ini akan memperkuat modal pelaku UMKM.

Apalagi masalah UMKM lainnya?

Masalah lainnya soal pendampingan. Pelaku UMKM ini memiliki kekurangan dan kelemahan dalam modal, sumber daya manusia, pengetahuan, dan teknologi. UMKM harus kita damping terus. Pendampingan kepada UMKM jangan pernah berhenti. Misalnya, pendampingan dalam pembuatan produk yang sesuai keinginan konsumen.

Pendampingan juga dilakukan dalam pemasaran, baik online maupun offline. Pendampingan pemasaran offline bisa dilakukan melalui kerja sama dengan perusahaan besar. Misalnya, membuat UMKM Corner. Dengan UMKM Corner, maka produk UMKM bisa dikenal konsumen, atau misalnya memasukkan produk UMKM ke hotel-hotel.

Dengan UMKM Corner dan masuknya produk UMKM ke hotel-hotel, saya yakin UMKM bisa hidup dan berproduksi karena mendapat akses pemasaran. Pada gilirannya ekonomi akan tumbuh terus. Sebab, UMKM menjadi penopang pertumbuhan ekonomi.

Kendala lainnya, UMKM juga perlu pendampingan teknologi. Harus ada adaptasi teknologi kepada UMKM. Kalau itu semua dilakukan, saya yakin kita bisa keluar dari resesi ekonomi yang melanda kita.

Soal pendampingan ini, apa Anda juga melakukannya?

Saya punya UMKM binaan di Cianjur, Dapil saya. Kapan-kapan kita ke sana, lihat secara langsung aktivitasnya.

Apa harapan Anda terhadap peran pemerintah dalam mendorong UMKM?

Kami minta pemerintah semakin serius mendorong pertumbuhan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di daerah. Selain permasalahan akses dan keterjangkauan, perkembangan UMKM di daerah juga terkendala oleh tidak adanya otoritas struktural di daerah.

Dinas UMKM dan Koperasi sebagai perpanjangan tangan Kementerian Koperasi dan UKM tidak ada di daerah. Padahal, perannya sangat penting, terlebih lagi di tengah pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19 saat ini.

Kenapa itu penting?

UMKM ini menjadi andalan negara mengatasi resesi karenanya harus all out perhatiannya. Satu-satunya sektor yang luput saat krisis ekonomi dan politik pada 1998 hanyalah UMKM. Karena itu, dukungan itu perlu sampai ke daerah agar semua program pemulihan ekonomi pemerintah pusat bisa berjalan dengan mudah di daerah.

Saat ini tidak ada dinas koperasi dan UMKM di daerah, yang ada hanyalah penggabungan dengan dinas lainnya. Kalau digabungkan dengan Dinas Perindustrian, mungkin masih bagus karena kadisnya (kepala dinas) masih ngerti, tetapi kalau dengan olahraga, tentu sudah jauh. Dia hanya ngerti olahraga, bagaimana bisa ngurus UMKM.

Apa usulan Anda itu tidak berpengaruh ke anggaran?

Tentu tidak, pembentukan struktur Kementerian Koperasi dan UKM di daerah tidaklah sulit dan tidak akan berpengaruh besar terhadap anggaran karena itu urusannya di daerah. Justru, itu membuat koordinasi dengan pemerintah pusat akan terbangun dengan baik. Selama ini, Kemenkop UKM hanya ada secara fungsional saja di daerah, bukan struktural.

Sebagai mantan menteri, apa komentar Anda terhadap kinerja Menteri Koperasi dan UMKM sekarang?

Tentu tidak etis saya mengomentari kinerja Pak Teten (Menteri Koperasi dan UMKM). Saya punya standar etis soal ini. Apa lagi saya pernah mengisi posisi itu. Kita hanya berharap perhatian pemerintah ke sektor koperasi dan UMKM ini semakin baik.

Lantas, apa kontribusi UMKM terhadap perekonomian tahun 2021?

Saya tetap optimistis UMKM tetap menjadi andalan pemulihan ekonomi, apalagi pertumbuhan ekonomi semakin baik.

Jika ditanya apa kontribusi UMKM, sektor ini berkontribusi menciptakan lapangan pekerjaan bagi 120,9 juta. Kemudian, UMKM juga berkontribusi terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) sebesar 14 triliun rupiah. UMKM juga memberi kontribusi investasi hingga dua triliun rupiah dan empat triliun rupiah terhadap investasi nasional.

Baru-baru ini, Kemenkeu menerbitkan aturan yang mengundang protes dari masyarakat. Itu terkait PMK tentang Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta Pajak Penghasilan (PPh) atas Penyerahan/Penghasilan Sehubungan dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token dan Voucer. Apa tanggapan Anda?

Saya berharap pemerintah ke depan bisa memiliki juru bicara yang lebih baik untuk menyampaikan kebijakan-kebijakan ini, sebab bisa saja masyarakat menangkapnya berbeda.

Harus ada sosialisasi terlebih dahulu ke masyarakat sebelum terbitkan aturan baru, karena nantinya berpengaruh ke harga pulsa, kartu perdana, token dan voucer, sementara konsumen terbanyak ialah masyarakat kurang mampu.

Akhir tahun lalu Anda meluncurkan buku terbaru Anda. Apa isinya?

Benar, itu Authorized Biography "Nakhoda Menatap Laut". Buku setebal 589 halaman ini merupakan catatan perjalanan hidup saya. Saya berharap buku ini bisa menjadi inspirasi bagi generasi muda penerus bangsa.

Jangan pernah berhenti untuk mengejar cita-cita apa pun halangan dan rintangan yang datang. Hadapi segala rintangan dengan keyakinan bisa melalui halangan itu dan meraih cita-cita. Tidak mudah untuk menjadi sukses, tetapi dengan keyakinan penuh kita bisa meraih cita-cita.

Riwayat Hidup*

Nama : Dr. H. Sjarifuddin Hasan, M.M., M.B.A.

Tempat, tanggal lahir : Palopo, Sulawesi Selatan, 17 Juni 1949

Istri : Inggrid Kansil

Anak : Ziankha Amorrette, Fatimah Syarief, dan Riefan Avrian

Pendidikan:

  • Sarjana Ekomi di Universitas Krisnadwi Payana (1996)
  • Magister Ekonomi di Califrnia State University, AS (2001)
  • Doktor Ekonomi di Universitas Persada Indonesia (2007)

Karier:

  • Direktur Utama PT. Barita Multi Recon (1979-1985)
  • Komisaris PT Insan Fajar Cakrawala (1985-2004)
  • Direktur PT. Mesa Apsara (1993-2004)
  • Anggota DPR RI (2004-2009, 2014-2019, 2019-Sekarang)
  • Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (2009-2014)
  • Wakil Ketua MPR RI (2014-2019, 2019-Sekarang)

*WAWANCARABERBAGAI SUMBER/LITBANG KORAN JAKARTA/AND

Baca Juga: