Nagari Silokek yang telah berstatus geopark memiliki warisan geologi dari tiga era yang berbeda. Berpadu dengan keanekaragaman hayati dan keragaman budaya, tempat ini sangat tepat untuk mengagumi peristiwa geologis di masa lalu.

Nagari Silokek yang telah berstatus geopark memiliki warisan geologi dari tiga era yang berbeda. Berpadu dengan keanekaragaman hayati dan keragaman budaya, tempat ini sangat tepat untuk mengagumi peristiwa geologis di masa lalu.

Pulau Sumatra di sisi baratnya terdapat Sesar Semangko yang membentang dari Aceh hingga Teluk Semangka di Lampung. Patahan ataufaultini membentuk Pegunungan Bukit Barisan sepanjang 1.900 kilometer yang menciptakan bentang alam indah bagi pulau ini.

Salah satu pemandangan geologi unik di sepanjang Sesar Semangko yang dikenal dengan Patahan Besar Sumatra (The Great Sumatran Fault) adalah Geopark Silokek. Kawasan ini memiliki luas 130 ribu hektare yang meliputi dua kecamatan yaitu Sumpur Kudus dan Sijunjung, Kabupaten Sijunjung, Sumatra Barat.

Geopark Silokek merupakan satu dari 66 objek wisata yang dikelola kabupaten yang berjuluk Lansek Manih itu. Perlu diketahui, julukan itu diambil dari lagu Minang berjudul sama dan dipopulerkan oleh Elly Kasim era '50-an.

Dalam lirik lagu yang sangat populer bahkan hingga saat ini disebutKo bukan sumbarang lansek, Sijunjung lanseknyo manihyang artinya bukan sembarang langsat, Sijunjung langsatnya manis. Langsat adalah pohon buah yang tumbuh dengan baik kabupaten ini.

Asal nama Geopark Silokek karena salah satu areanya berada di Silokek, nama sebuah nagari di Kecamatan Sijunjung dengan luas 1.918 hektare. Silokek berada di ketinggian 200 hingga 600 meter di atas permukaan laut (mdpl) dengan pepohonan yang rimbun suhunya antara 23-24 derajat Celsius.

Menurut Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) nomor 31 tahun 2021 tentang Penetapan Taman Bumi Nasional disebutkan, geopark adalah sebuah wilayah geografi tunggal atau gabungan, yang memiliki situs warisan geologi (geosite) dan bentang alam yang bernilai dan juga terkait aspek warisan geologi (geoheritage), keragaman geologi (geodiversity), keanekaragaman hayati (biodiversity), dan keragaman budaya (cultural diversity).

Permen ESDM itu juga menyebut geopark dikelola untuk keperluan konservasi, edukasi, dan pembangunan perekonomian masyarakat secara berkelanjutan dengan keterlibatan aktif dari masyarakat dan pemerintah daerah. Hal ini diharapkan dapat menumbuhkan pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap bumi dan lingkungan sekitarnya.

Sebagai salah satu dari 15 geopark nasional yang diakui oleh Komite Nasional Geopark Indonesia (KNGI), Geopark Silokek memiliki 25 situs keragaman geologi, 12 situs keanekaragaman hayati, dan 17 situs keragaman budaya. Oleh karenanya Geopark Silokek memiliki semua unsur yang harus dimiliki sebuah taman bumi.

Dari sisi geologi, kawasan ini memiliki batuan purba dari masa ratusan juta tahun berwarna abu-abu yang tersingkap. Salah satunya batuan ini terlihat dalam bentuk tebing yang memiliki kemiringan terjal dengan tampilan warna dan tekstur yang unik.

Laman Geopark Silokek menyebutkan, warisan geologinya berupa batuan yang terbentuk pada era Paleozoikum, tepatnya pada periode Permian (299-252 juta tahun lalu) dan Carboniferous (359-299 juta tahun lampau). Jenis batuan dari kedua era adalah berupa batu gamping, serpih, filit, dan bawah.

Bukan hanya itu, batuan dari era Pertengahan dan yang terbentuk di masa Triassic hingga Jurassic berupa metamorf seperti marmer, batu sabak, granit dan lainnya. Kemudian ada dari era Kenozoikum berupa batuan sedimen yang mengendap di darat dan contohnya adalah batu bara yang banyak ditemui di sekitar Ombilin.

Batu bara di Ombilin dengan cadangan 200 juta ton mulai ditambang sejak 1892 setelah diteliti oleh geolog Belanda, Hendrik de Greve, pada 1867. Malangnya ia meninggal pada 22 Oktober 1872 setelah perahu yang dinaikinya terbalik terseret derasnya arus Batang (sungai) Kuantan ketika melanjutkan penelitian batu bara Ombilin.

Di Geopark Silokek, wisatawan dapat menyaksikan morfologi batuan purba dari tebing karst dengan kemiringan landai dan bergelombang pada ketinggian 200-400 mdpl. Sedangkan daerah dengan ketinggian 500-600 mdpl adalah puncak dari kawasan bukit.

Desi Widia Kusuma dari Balai Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumbar menyebutkan, punggungan atau bukit-bukit memanjang (ellipsoid) ukurannya rata-rata 400-600 meter dan lebar 100-150 meter. Di bawah perbukitan dan tebing karst itu mengalir Batang Kuantan, yang memiliki panjang 38 kilometer yang yang hulunya berasal dari tiga anak sungai yaitu Batang Ombilin, Batang Sukam, dan Batang Palangki.

Seperti biasanya di kawasan karst terdapat gua ataungalaudalam bahasa setempat. Ngalau Inyiak Umpuh, Talago, Cigak, Loguong, Sipungguak, dan Gunung Tombuok adalah beberapa gua yang bisa dieksplorasi selama di kawan ini.

Di samping gua terdapat pula beberapa air terjun, seperti Air Terjun Lubuak Pandakian dan Palukahan. Ada juga fenomena vulkanik berupa sumber air panas dan menjadi pemandian alami bagi wisatawan yang lokasinya di Nagari Aie Angek.

Sementara di beberapa titik tepian Batang Kuantan juga terdapat fenomena unik yaitu berpasir putih bersih. Pasirnya yang seperti di laut merupakan hasil pelapukan batuan karst. Yang unik lagi sungai ini mengandung emas yang banyak dicari oleh penambang tradisional.

Flora yang ada di dalamnya antara lain padma raksasa rafflesia, bunga bangkai raksasa atau suweg, dan jamur batang bersinar. Sedangkan faunanya juga beragam seperti harimau sumatra, tapir, kambing hutan, kucing hutan, landak, siamang, binturong, dan burung enggang.

Peninggalan Masa Lampau

Sebagai sebuah geopark faktor budaya yang menjadi unsur yang penting, tempat ini kaya akan peninggalan masa lampau seperti lokomotif uap tua yang masih terawat di Nagari Durian Gadang. Lokomotif ini saksi bisu dari program kerja paksa (romusha) penjajah Jepang untuk membangun jalur kereta api pengangkut batu bara dari Silokek ke Logas, Pekanbaru.

Ketika itu lebih dari 100 ribu orang, mayoritas didatangkan dari tanah Jawa menjalani kerja paksa di tempat ini untuk membangun jalur rel kereta api antara 1943-1945. Akibat kelaparan dan penderitaan yang dialami, membuat sebagian dari mereka meninggal dunia.

Di Durian Gadang, wisatawan dapat menyaksikan makam de Greve, pelopor tambang batubara Ombilin. Tokoh lain yang makamnya jadi bagian dari kawasan geopark adalah Syekh Ibrahim dan Raja Ibadat. Syekh Ibrahim diketahui dimakamkan di Sumpur Kudus. Beliau ini adalah tokoh yang pertama menyebarkan agama Islam di Ranah Minang pada abad 13.

Syekh Ibrahim murid dari Sunan Kudus, salah satu dari Walisongo. Bersama dengan Raja atau Rajo Ibadat dan Rajo Tigo Selo, mereka dikenal dengan triumvirat penyebar agama pada masa Kerajaan Pagaruyung.

Sumpur Kudus sendiri kini berstatus kecamatan. Wilayah ini pernah jadi saksi penting dari upaya para pendiri bangsa dalam mempertahankan kemerdekaan saat terjadinya Agresi Militer Belanda II. Perdana Menteri Sjafruddin Prawiranegara tercatat pernah memimpin Pemerintah Darurat RI di tempat ini selama tiga pekan dari akhir April-pertengahan Mei 1949 untuk menghindari pasukan Belanda.

Sementara untuk menikmati pemandangan indah Geopark Solokek memang tidak mudah. Dari Kota Padang jaraknya sejauh 100,1 kilometer yang bisa ditempuh dalam waktu 2 jam 48 menit menuju arah timur. Sedangkan jarak dari Muaro Sijunjung, ibu kota kabupaten, jaraknya hanya 11 kilometer saja dengan waktu tempuh 11 menit ke arah barat laut. hay/I-1

Baca Juga: