JAKARTA - Gen Z, yang saat ini berada di rentang usia 13-27 tahun, merupakan kelompok usia yang rentan terkena serangan gatal. Hal ini karena Gen Z memiliki mobilitas tinggi di tengah kondisi paparan cuaca dan polusi ekstrim.
"Namun sayangnya kondisi gatal yang dialami kerap diabaikan karena dianggap sebagai hal wajar. Padahal serangan gatal bisa jadi sebagai pertanda penyakit lainnya, salah satunya penyakit kulit yang lebih parah," kata CEO Klinik Pramudia dr. Anthony Handoko, SpKK, FINSDV, dia di Jakarta Rabu (22/11).
Oleh karenanya penting bagi masyarakat khususnya Gen Z untuk lebih sadar terhadap kondisi kulitnya. Mereka diharapkan segera memeriksakan diri ke dokter spesialis kulit dan kelamin jika mengalami keluhan gatal-gatal.
"Saat ini, polusi udara di Indonesia, khususnya di Jakarta dan kota besar lainnya merupakan masalah yang serius. Jakarta, Depok, Bandung misalnya, memiliki konsentrasi polusi partikulatnya mencapai titik tertinggi. Gatal dan iritasi pada kulit merupakan salah satu masalah kesehatan yang mulai banyak ditemukan akibat polusi yang meningkat," ujarnya.
Ia menambahkan, selain polusi akibat gas pembuangan industri, dan kendaraan, polusi dari sumber lain seperti asap rokok, sinar ultraviolet dan produk rumah tangga juga berpengaruh pada kesehatan kulit. Hal ini membuat Pramudia berfokus untuk menyediakan solusi bagi permasalahan kulit akibat cuaca dan polusi tersebut.
Dokter Spesialis Dermatologi dan Venereologi Klinik Pramudia, dr. Amelia Soebyanto, Sp.DV, menyatakan, kulit gatal merupakan sensasi tidak nyaman pada kulit yang dirasakan oleh seseorang dan menimbulkan keinginan untuk menggaruk. Hal ini akan berdampak negatif secara psikologi dan kehidupan seseorang.
"Gatal bisa dikatakan sebagai keluhan kulit terbanyak pada praktik dokter spesialis kulit dan kelamin, apalagi kondisi cuaca dan polusi ekstrim saat ini. Hal ini karena polusi secara langsung dapat merusak fungsi barier kulit yang berpengaruh terhadap kekambuhan beberapa penyakit kulit yang sudah ada sebelumnya, seperti eksim atopic," ungkapnya.
Eksim atopik sendiri, tambahnya, merupakan kelainan kulit dimana terdapat gangguan pada barier kulit dan diperparah dengan sensitivitas respon imun yang lebih tinggi terhadap bahan iritan. Faktor yang memperberat gejala eksim atopik ini yaitu adanya perubahan suhu, kelembaban, dan paparan sinar.
"Selain eksim atopik yang juga ditandai dengan Gatal, beberapa kelainan kulit yang bisa timbul dari cuaca dan polusi ini adalah jerawat, psoriasis, dan kelainan pigmentasi kulit seperti flek wajah maupun di tangan. Lebih bahayanya lagi, polusi juga bisa meningkatnya resiko kanker kulit," tambah dr. Amel.
Faktor cuaca dan polusi memainkan peran penting dalam mengakibatkan kulit Gatal. Secara patogenesis (bagaimana tumbuhnya suatu penyakit)kulit yang merupakan organ terluas dan terluar dari tubuh adalah penghubung terbesar ke dunia luar kulit (yang dimaksud bukan hanya wajah, tetapi di seluruh tubuh).
Polusi sendiri dapat masuk ke kulit melalui penumpukan partikel polusi di permukaan kulit, dan diserap oleh folikel rambut dan kelenjar keringat. Beberapa di antaranya akan bersirkulasi dalam plasma yang kemudian masuk ke lapisan kulit yang lebih dalam.
"Lalu, polusi yang masuk ini kemudian menghasilkan radikal bebas yang akan menurunkan kemampuan antioksidan kulit baik secara enzimatik maupun non-enzimatik (vitamin E, vitamin C dan glutation). Barier kulit yang rusak ini kemudian akan menyebabkan hilangnya air dalam jumlah banyak pada kulit. Kulit akan relatif lebih kering dan mudah mengalami peradangan dan menimbulkan keluhan gatal," jelas dr. Amel.
Bagi Gen Z yang sering melakukan kegiatan outdoor perlu melakukan pencegahan terhadap kulit gatal. Kerusakan kulit akibat gatal yang digaruk dapat dicegah dengan melakukan perawatan rutin pada kulit, diantaranya dengan rutin membersihkan kulit minimal 2 kali sehari dengan sabun yang lembut, menggunakan pelembab (moisturizer) dan tabir surya, serta jika perlu mengonsumsi suplemen yang sesuai dengan jenis dan tipe kulit penderitanya.
"Minum air putih akan membantu memberikan kelembaban terhadap kulit yang kering. Selain itu, mengurangi paparan dengan polusi seperti mengurangi aktivitas di luar rumah dan menggunakan masker juga tidak kalah penting," tambahnya.
Jika cuaca ekstrim dan polusi ini dianggap remeh, maka tentu akan ada masalah yang timbul. Gatal dan kemerahan yang dibiarkan lama tanpa pengobatan akan semakin parah dan lama kelamaan akan mengganggu kualitas hidup penderitanya, durasi pengobatan yang semakin panjang dan pada akhirnya akan berdampak pada sulitnya melaksanakan kegiatan sehari-hari, apalagi pada Gen Z.
Lebih lanjut ia menyarankan, apabila kondisi gatal tidak membaik dengan pengobatan awal yang diberikan, sebaiknya segera periksakan ke dokter spesialis kulit dan kelamin. Hal ini agar mendapatkan pengobatan dan manajemen yang sesuai.
Spesialis Dermatologi Venereologi Klinik Pramudia dr. Eko Prakoso Wibowo, Sp.DV, menjelaskan lebih lanjut terkait kulit gatal yang kerap dialami oleh Gen Z. Beberapa hal yang menjadi faktor seringnya Gen Z mendapatkan serangan gatal, pertama, karena di usia produktif Gen Z cenderung lebih aktif melakukan kegiatan outdoor, sehingga terpapar matahari dan polusi.
Kedua, gaya hidup yang kurang sehat seperti makan makanan cepat saji dan minuman manis. Ketiga, berkaitan dengan stress. Biasanya stres menjalani kehidupan sehari-hari, baik sekolah maupun pekerjaan, bisa juga mempengaruhi waktu istirahat atau waktu tidur sehingga bisa memicu banyak permasalahan kulit yang diawali dengan gatal.
Gatal menurut dr Eko bukan hanya suatu kondisi yang tidak nyaman, namun juga merupakan salah satu gejala dari berbagai permasalahan kulit lainnya. Berbagai kelainan kulit yang sering dijumpai di klinik seperti eksim, infeksi jamur, dan akne vulgaris seringkali memunculkan gejala gatal.
"Gejala gatal seringkali dicetuskan dan bertambah parah oleh kondisi tertentu, contohnya cuaca panas dapat meningkatkan aktivitas kelenjar minyak sehingga menyebabkan kambuhnya eksim tipe seboroik. Iritasi debu serta stress berlebih dapat menyebabkan dermatitis atopik. Juga beberapa jenis eksim lainnya seperti dermatitis kontak alergi dan neurodermatitis, juga diawali dengan gatal," terangnya.
Ia juga menjelaskan penyakit lain yang erat hubungannya dengan iklim, yaitu infeksi jamur. Prevalensi infeksi jamur di Indonesia masih sangat tinggi karena berhubungan dengan iklim tropis dan kelembaban tinggi. Terutama pada kelompok dewasa muda dan jenis kelamin laki-laki. Aktivitas fisik yang tinggi, dan keringat yang berlebih, menyebabkan kulit menjadi lembab sehingga memudahkan pertumbuhan jamur.
"Terkait infeksi jamur ini, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan misalnya memastikan pakaian dalam keadaan kering dan bersih, menghindari pakaian yang terlalu ketat dan pilihlah pakaian dengan bahan yang mudah menyerap keringat," tambahnya.
Pada gen Z, pengobatan akne vulgaris (jerawat) perlu kesabaran yang ekstra karena penyembuhannya termasuk jangka panjang. Apalagi, kondisi polusi dan cuaca, serta keinginan untuk mencoba produk viral yang ternyata tidak sesuai dengan jenis dan kondisi kulit dapat memperparah pertumbuhan penyakit ini.
"Selain itu, infeksi menular seksual juga merupakan penyakit yang perlu diperhatikan di kalangan gen Z. Kasus yang sering dijumpai antara lain kutil kelamin, gonore, dan sifilis." kata dr. Eko.
Obat gatal yang biasa diberikan oleh dokter adalah obat golongan antihistamin. Terapi topical dengan kandungan bahan kortikosteroid, urea, menthol, dll juga dapat mengurangi gejala gatal tersebut. Tentunya pemberian obat-obatan tersebut tergantung dari penyakit yang diderita pasien.
Contoh pada pasien yang menderita eksim akan lebih baik bila menggunakan produk yang tepat dengan kandungan ceramide, menghindari paparan sinar matahari yang terlalu lama, dan mandi menggunakan air yang tidak terlalu panas tentunya akan mengurangi gejala gatal yang diderita pasien.
Jika berbicara tentang Gen Z, tentu banyak tantangan dalam pelaksanaan terapi kulit gatal hingga penyakit kulit lainnya. Tantangan pertama yaitu misinformasi, di mana mudahnya akses internet saat ini membuat Gen Z senang mencari tahu penyakitnya lewat browsing tanpa konsultasi pada dokter yang tepat.
"Hal ini kemudian memicu self-medication yang belum tentu aman. Pada akhirnya penyakit tidak sembuh dan menimbulkan stress. Sehingga, penting bagi Gen Z untuk lebih aware pada kondisi kulit gatal dan segera memeriksakannya ke dokter SpKK yang tepat," tutupnya.