JAKARTA - Gen Z atau disebut dengan generasi milenial yang lahirlahir 1996-2009 merupakangenerasi yang sangat terbuka dengan perbedaan. Penelitian McKinsey & Company menunjukkan beberapa kategori perilaku Gen Z yang membedakannya dengan generasi-generasi sebelumnya.

"Salah satunya adalah Undefined ID, dimana generasi ini menghargai setiap individu tanpa memberi label tertentu dan memiliki keterbukaan yang besar untuk memahami keunikan tiap individu. Perilaku ini tentunya akan turut mempengaruhi mereka saat mencari pekerjaan," ungkap Psikolog Klinis Dewasa menanggapi, Tara de Thouars, BA, M. Psi dalam webinar bertajuk "Creating Positive Vibes at Work: Tolerance is Key" yang diadakan Unilever, Jumat (24/6).

Sementara itu sebuah studi yang dilakukan oleh Randstad Workmonitor pada 2022 menunjukkan 41 persen dari Gen Z yang tersebar di wilayah Eropa, Asia Pasifik dan Amerika lebih memilih menganggur dibandingkan tidak bahagia di tempat kerja. Terlihat pula bahwa salah satu tolok ukur dari kebahagiaan bagi Gen Z adalah betapa prinsip kesetaraan, keberagaman dan inklusivitas dapat ditegakkan di tempat kerja.

Sebesar 41 persen responden mengaku tidak akan memilih tempat kerja yang tidak mempromosikan keberagaman dan inklusivitas. Hal ini menjadi sebuah tantangan sekaligus peluang bagi para perusahaan saat mereka mengakuisisi talenta baru, yaitu bagaimana toleransi dapat dibangun menjadi sebuah budaya di setiap level organisasi.

"Nyatanya, salah satu bentuk intoleransi yang masih kerap terjadi adalahworkplace bullying, yaitu serangkaian perilaku yang dilakukan secara sengaja dan berulang untuk mengintimidasi, menjatuhkan atau menyakiti orang lain di tempat kerja," ujar dia/

Contohnya kekerasan fisik, verbal, pengucilan/pemboikotan, sabotase pekerjaan, dan lainnya.Workplace bullyingbisa dilakukan secara langsung, maupun secara online (via telepon, ataucyberbullying).

Head of Communication Unilever Indonesia Kristy Nelwan, mengatakan sebagai perusahaan yang pihaknya memiliki sikap tidak ada toleransi (zero tolerance) terhadapworkplace bullying. Organisasi ini akan menindak tegas perilaku langsung maupun tidak langsung yang menyinggung, mengintimidasi, atau menghina termasuk segala bentuk pelecehan atau bullying, baik antar individu maupun kolektif.

"Kebijakan ini diatur dalam kode etik berbisnis yang dinamakan Respect, Dignity & Fair Treatment (RDFT), berlandaskan kepercayaan bahwa bisnis hanya dapat berkembang di tengah masyarakat di mana hak asasi manusia dihormati, dijunjung tinggi dan dikedepankan," ungkapnya.

Terkait aksi workplace bullying, Unilever Indonesia memiliki jalur pengaduan khusus yang disebut Speak-Up Channel, sebuah Whistleblower System dengan jaminan kerahasiaan penuh sebagai salah satu sarana bagi karyawan untuk menyampaikan adanya penyimpangan terhadap peraturan dan ketentuan yang berlaku. Perusahaan juga aktif mendorong karyawan untuk bertanggung jawab dan berinisiatif jika melihat potensi pelanggaran.

"Kami harap berbagai insights yang dibagikan dalam webinar ini dapat membekali adik-adik mahasiswa maupun mereka yang sudah meniti karir dengan pengetahuan dan kemampuan untuk memilih dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih toleran, setara dan inklusif di masa depan," tutup Kristy.

Baca Juga: