JAKARTA -Generasi milenial (Y) dan generasi Z saat ini sedang menghadapi masa sulit yang berpengaruh pada kesehatan mental mereka. Salah satu faktor yang menciptakan gangguan mental pada generasi yang lahir antar 1980 hingga tahun 1995 dan antara 1996 dan 2015 itu berupa kecemasan yaitu kadena pandemi Covid-19 dan situasi yang dinilai tidak menentu.

Survei UNICEF berjudul The State of the World's Children 2021 kepada mereka yang berusia 15-24 tahun menyebutkan, terdapat 1 dari 5 anak muda menyatakan sering merasa depresi. Hal tersebut berdampak pada rendahnya minat untuk berkegiatan.

Menurut penelitian Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) sebesar 68 persen dari 1.522 responden yang disurvei mengaku mengalami gangguan kecemasan. Sementara itu 29 persen anak muda di Indonesia sering merasa tertekan atau memiliki sedikit minat untuk melakukan kegiatan.

Menurut psikolog klinis Tara de Thouars, gangguan kecemasan dapat diukur dari beberapa faktor seperti rasa kebingungan, banyak mempertanyakan, keraguan, merasa di posisi yang tidak aman, dan membandingkan dengan kehidupan orang lain. Penderita menjadi kurang percaya diri, mudah marah, stres, sulit berkonsentrasi, dan menjadi penyendiri.

"Tanpa dipungkiri bahwa pandemi ini menjadi hantaman psikologi yang cukup berat bagi kita semua khususnya generasi Y dan Z. Disaat mereka sedang tumbuh dan berkembang mengejar target-target, mereka harus dihadapkan dengan situasi yang tidak menentu dalam waktu yang panjang," ujar dia dalam webinar berjudul "Unlocking Limitless Imagination," yang berlangsung Kamis (25/11).

Menurut Tara, generasi Y dan Z mengalami kecemasan karena kurang yakin dalam menghadapi masa depan. Mereka sering bertanya apakah masih memiliki kesempatan untuk mengejar target di tengah kondisi yang kurang menentu dan kurang mendukung.

Untuk dapat mengatasi gangguan kecemasan diperlukan dukungan dari faktor eksternal dan internal untuk membantu mengatasi masalah. Secara eksternal generasi muda dapat dimulai dari membentuk lingkungan sosial yang sehat. Secara internal dimulai dari mengenali diri dan merubah cara berpikir yang lebih positif.

"Cara sederhana dalam meminimalkan kecemasan yaitu kita perlu memahami bahwa kecemasan hanya pikiran dan tidak merepresentasikan kenyataan. Coba untuk fokus pada kehidupan saat ini, dan mencoba berdamai pada sesuatu hal yang tidak pasti. Hal terpenting adalah belajar menerima kenyataan, dan berhenti untuk membandingkan diri kita dengan orang lain" jelas Thara.

Pendiri dan CEO dari Talkinc, Erwin Parengkuan mengatakan, generasi Y dan Z memiliki karakter yang unik yakni idealis, kompetitif, aktualisasi diri yang tinggi, dan ambisius. "Mereka adalah generasi yang penuh kreatifitas dan ide-ide besar. Karena keunikan karakteristiknya, mereka punya tantangan tersendiri yakni adanya krisis dari dalam diri sehingga menimbulkan rasa kecemasan," ujar dia.

Situasi ini diperberat dengan adanya pandemi Covid-19 berkepanjangan, sehingga berdampak pada kehidupan mereka sehari-hari. Ia mengajak menciptakan lingkungan yang sehat dan pola hidup seimbang untuk menjaga kesehatan mental. Melalui mental yang sehat, diharapkan generasi muda siap menyambut Indonesia Emas 2045 dengan menghadirkan imajinasi tanpa batas.

Sebagai institusi pendidik di bidang komunikasi yang menyasar generasi muda Talkinc kata Erwin turut ambil bagian dalam mengatasi gangguan kecemasan dengan memberikan edukasi melalui pelatihan webinar. Selain itu juga menyuarakan semangat bagi masa depan mental dan pendidikan anak-anak di Indonesia salah satunya melalui donasi kepada SOS Children's Villages sebesar sebesar 50 juta rupiah.

Baca Juga: