Kejadian yang membuka kotak pandora pada Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin, di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara sudah ada sejak 2012. Hal tersebut merupakan kerangkeng manusia yang berada di rumah Bupati nonaktif Langkat.

"Ternyata kerangkeng itu sudah ada sejak 2012. Informasi awal dijadikan tempat rehabilitasi untuk orang atau masyarakat yang kecanduan narkoba atau ada yang dititipkan orangtuanya terkait kenakalan remaja," ujar Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi, Senin (24/1) sore.

Kerangkeng tersebut terungkap bersamaan setelah operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT KPK) beberapa waktu lalu.

Hadi mengatakan, terdapat dua kerangkeng manusia di dalam rumah Bupati nonaktif Langkat yang berukuran 6x6 meter. Kedua sel tersebut diisi oleh 27 orang yang setiap hari bekerja di kebun sawit. Setelah selesai bekerja, mereka akan dimasukkan ke dalam kerangkeng lagi.

"(Saat ini) mereka masih ada di situ (kerangkeng)," ujarnya.

Polisi melaporkan, 27 orang itu ternyata diantarkan sendiri oleh orangtua masing-masing.

Mengejutkannya, para orangtua yang menandatangani surat pernyataan tersebut.

"Mereka datang ke situ diantarkan oleh orangtuanya dengan menandatangani surat pernyataan. Isinya antara lain, direhabilitasi, dibina dan dididik selama 1,5 tahun. Mereka umumnya adalah warga sekitar lokasi," ujar Hadi.

Hadi menjelaskan, di 2017, BNNK Langkat sudah melakukan koordinasi bersama Terbit Rencana Perangin-angin, jika ingin dijadikan tempat rehabilitasi harus memiliki perizinannya.

"Namun sampai detik ini belum ada (perizinannya) dan saat ini sedang didalami oleh tim gabungan," ucapnya.

Lanjutnya, hal-hal atau informasi yang berkaitan dalam perkembangan saat ini masih digali informasinya di lapangan.

"Selnya ada. Ruang tahanan itu ada, betul dan ini yang sedang didalami tim. Tim sudah meminta keterangan dua penjaga di tempat itu," kata Hadi.

Sementara itu, dugaan dari tindak perbudakan manusia tersebut pertama kali diungkap oleh Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat (Migrant Care).

Migrant Care menyebutkan, pihaknya menerima laporan adanya kerangkeng manusia serupa penjara, yakni berupa besi yang digembok, di dalam rumah Terbit.

Dari dugaan Migrant Care, kerangkeng tersebut digunakan sebagai penjara bagi para pekerja sawit yang bekerja di ladang bupati tersebut.

"Kerangkeng penjara itu digunakan untuk menampung pekerja mereka setelah mereka bekerja. Dijadikan kerangkeng untuk para pekerja sawit di ladangnya," ucap Ketua Migrant Care Anis Hidayah, Senin (24/1).

Anis menjelaskan, ada dua sel kerangkeng dalam rumah Terbit yang dipakai untuk memenjarakan sekitar 40 orang pekerja.

Dari jumlah pekerja tersebut kemungkinan besar lebih banyak daripada yang saat ini telah dilaporkan.

Selain itu, mereka dipekerjakan sedikitnya selama 10 jam setiap harinya. Usai bekerja, mereka dimasukkan ke dalam kerangkeng, sehingga tak mempunyai akses keluar.

Tidak hanya itu, seluruh pekerja bahkan diduga hanya diberikan makan dua kali sehari secara tidak layak, mengalami penyiksaan, dan tak diberi gaji.

"Mereka tentu tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar. Mereka mengalami penyiksaan, dipukul, lebam, dan luka," kata Anis. "Selama bekerja mereka tidak pernah menerima gaji," lanjutnya.

Perlu diketahui, Migrant Care menilai bahwa situasi ini jelas bertentangan dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip pekerjaan layak yang berbasis HAM, dan prinsip antipenyiksaan.

Baca Juga: