Usai kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Penajam Paser Utara (PPU), Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan Nur Afifah Balqis menjadi sorotan lantaran turut dijadikan tersangka.
Hal tersebut dikarenakan Nur Afifah menjadi tersangka korupsi di usianya yang masih muda, yakni 24 tahun. Usia tersebut telihat pada sosial media pribadi Nur Afifah di akun instagram pribadinya @nafgis_. Jelas terlihat pada highlights yang dia unggah, terlihat kue ulang tahun dengan tulisan 'selamat ulang tahun Bendum DPC Demokrat ke-24.
pada akun tersebut juga memerlihatkan Nur Afifah yang mengunggah momen kedekatannya dengan Bupati PPU Abdul Gafur Mas'ud yang juga Ketua DPC Demokrat Balikpapan. Nur Afifah mengunggah foto keduanya tengah bersandar di atas kap mobil BMW.
Tidak hanya itu, Nur Afifah juga terlihat mengunggah kebersamaannya dengan para politikus Partai Demokrat.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata saat jumpa pers mengatakan, Nur Afifah Balqis merupakan pihak yang mewadahi uang suap diduga diterima Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur.
"AGM (Abdul Gafur) diduga bersama NAB (Nur Afifah), menerima dan menyimpan serta mengelola uang-uang yang diterimanya dari para rekanan didalam rekening bank milik tersangka NAB yang berikutnya dipergunakan untuk keperluan tersangka AGM," kata Alex di Gedung KPK, Kamis (13/1).
Kedua orang tersebut kini dijerat sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Pemkab Penajam Paser Utara. Sehingga keduanya dijerat melalui operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu, 12 Januari 2022.
Saat OTT, tim penindakan telah mengamankan uang dari rekening Bank milik Nur Afifah sebesar Rp 447 juta.
"Ditemukan pula uang tersimpan dalam rekening bank milik NAB sejumlah Rp 447 juta yang diduga milik tersangka AGM yang diterima dari para rekanan," ujar Alex.
Selanjutnya, KPK menetapkan Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Masud dan Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan Nur Afifah Balqis (NAB) sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Penajam Paser Utara.
Selain itu, Abdul Gafur dan Nur Afifah, KPK juga menangkap Plt Sekda Kabupaten Penajam Paser Utara Mulyadi (MI), Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara Edi Hasmoro (EH), Kepala Bidang Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara Jusman (JM), dan pihak swasta Achmad Zuhdi (AZ) alias Yudi.
Perlu diketahui, kasus ini bermula saat Pemkab Penajam Paser Utara (PPU) mengagendakan beberapa proyek pekerjaan yang ada pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang PPU dan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga PPU dengan nilai kontrak sekitar Rp 112 miliar.
Dalam Kontrak tersebut yakni proyek multiyears peningkatan jalan Sotek - Bukit Subur dengan nilai kontrak Rp 58 miliar dan pembangunan gedung perpustakaan dengan nilai kontrak Rp 9,9 Miliar. Atas adanya proyek itu, Abdul Gafur memerintahkan Mulyadi, Edi Hasmoro, dan Jusman untuk mengumpulkan sejumlah uang dari para rekanan yang sudah mengerjakan beberapa proyek fisik di Kabupaten PPU.
Tak ayal, Abdul Gafur juga menerima sejumlah uang atas penerbitan beberapa perizinan antara lain perizinan untuk HGU lahan sawit di Penajam Paser Utara dan perizinan bleach plant (pemecah batu) pada Dinas PUTR PPU.
Alex menuturkan, Abdul Gafur diduga bersama Nur Afifah menyimpan uang yang diterima dari para rekanan di dalam rekening bank milik Nur Afifah untuk keperluan Abdul Gafur.
"AGM juga diduga menerima uang tunai sejumlah Rp 1 miliar dari AZ (Achmad Zuhdi) yang mengerjakan proyek jalan dengan nilai kontrak Rp 64 miliar di Kabupaten Penajam Paser Utara," ujar Alex.
Pihak penerima, Abdul Gafur, Mulyadi, Edi Hasmoro, Jusman, dan Nur Afifah disangka melanggar Pasal Pasal 12 (a) atau Pasal 12 (b) atau Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan Achmad Zuhdi sebagai pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) a atau Pasal 5 ayat (1) b atau Pasal 13 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.