Kepala Badan Intelijen Pertahanan Amerika Serikat (AS) Scott Berrier buka suara soal kondisi terkini konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina. Menurutnya, saat ini perang tersebut sedikit menemui jalan buntu.

Berrier mengatakan, Presiden Rusia Vladimir Putin tampaknya bersiap untuk konflik yang panjang. Adapun, Rusia yang menyebut invasi itu "operasi militer khusus" mengerahkan lebih banyak pasukan ke Ukraina untuk serangan besar-besaran bulan lalu di bagian timur negara itu, tetapi progresnya berjalan lambat.

"Rusia tidak menang dan Ukraina tidak menang dan kami sedikit menemui jalan buntu di sini," kata Berrier, dikutip dari Reuters, Rabu (11/5).

Ia menambahkan bahwa sejauh ini, sekitar delapan hingga sepuluh jenderal Rusia telah tewas.

Juru Bicara Pentagon John Kirby mengatakan bahwa sementara Rusia tidak membuat keuntungan besar di Donbas, pasukannya membuat kemajuan tambahan.

Perang telah merenggut ribuan nyawa warga sipil, membuat jutaan orang Ukraina melarikan diri dan membuat kota menjadi puing-puing. Moskow tidak memiliki banyak hal untuk ditunjukkan di luar sebidang wilayah di selatan dan keuntungan kecil di timur.

Putin mendesak Rusia untuk berperang dalam pidato Hari Kemenangan yang menantang pada hari Senin. Namun dirinya diam tentang rencana untuk setiap eskalasi di Ukraina meskipun ada peringatan Barat bahwa ia mungkin menggunakan alamat Lapangan Merahnya untuk memerintahkan mobilisasi.

Sementara itu, Direktur Intelijen Nasional Avril Haines mengatakan kemenangan Rusia di wilayah Donbas di Ukraina Timur mungkin tidak akan mengakhiri perang.

"Kami menilai Presiden Putin sedang mempersiapkan konflik berkepanjangan di Ukraina di mana dia masih berniat untuk mencapai tujuan di luar Donbas," ucapnya.

Haines mengatakan, AS memiliki indikasi bahwa Rusia ingin memperpanjang jembatan darat ke wilayah Transnistria yang memisahkan diri dari Moldova.

"Dikombinasikan dengan kenyataan bahwa Putin menghadapi ketidaksesuaian antara ambisinya dan kemampuan militer konvensional Rusia saat ini, beberapa bulan ke depan perang bisa bergerak lebih tidak terduga dan berpotensi bereskalasi," tuturnya.

Baca Juga: