Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Wang Wenbin menuduh Amerika Serikat (AS) melakukan kejahatan perang di Timur Tengah, pemaksaan ekonomi, mengkhianati sekutunya dan menyebarkan disinformasi.

"AS bermaksud untuk mempertahankan sentralitas Piagam PBB, tetapi jelas bagi siapa pun bahwa AS melakukan hal yang sebaliknya," kata Wang kepada wartawan dalam konferensi pers seperti dikutip Russia Times.

Pernyataan Wang merujuk pada intervensi militer AS di bekas Yugoslavia, Afghanistan, Irak, dan Suriah.

"AS mengklaim menghormati hak asasi manusia, tetapi perang agresi yang diluncurkan oleh AS dan sekutunya, menewaskan lebih dari 300.000 warga sipil dan membuat lebih dari 26 juta orang menjadi pengungsi," lanjutnya.

Wang juga mengecam AS lantaran selalu kabur dari tanggung jawabnya atas semua kejahatan perang dan kemanusiaan yang selama ini dilakukan AS.

"Namun, tidak ada yang bertanggung jawab atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. AS bahkan mengumumkan sanksi kepada Pengadilan Kriminal Internasional yang akan menyelidiki kejahatan perang militer AS,"

Tidak berhenti sampai di situ, Wang juga menuduh AS menggunakan kekuatan ekonominya untuk memaksakan kebijakannya kepada negara-negara lain, merujuk lima dekade sanksi AS terhadap Kuba dan empat dekade tindakan semacam itu terhadap Iran.

"Ketika datang untuk menikam sekutunya seperti Uni Eropa dan Jepang dari belakang, AS tidak pernah ragu, seperti yang telah kita lihat berulang kali," tambahnya.

Tiongkok telah berulang kali mengutuk aliansi ini sebagai upaya Amerika untuk membangun "NATO versi Asia-Pasifik."

"Fakta telah membuktikan bahwa AS adalah penyebar disinformasi terbesar, biang keladi dari diplomasi koersif dan penyabot perdamaian dan stabilitas dunia. Dari dialog AS-UE hingga kemitraan keamanan trilateral AUKUS, Quad dan AS menggunakan demokrasi, hak asasi manusia, aturan, dan ketertiban sebagai dalih untuk menutupi aktivitas teduhnya menciptakan perpecahan (dan) memicu konfrontasi," kata Wang.

Menurut Russia Times, tuduhan Wang ini menyusul para pejabat AS dan Uni Eropa yang menuduh Beijing melakukan "manipulasi informasi berulang" mengenai konflik di Ukraina dan dugaan hak asasi manusia terhadap orang-orang Uighur di Xinjiang, yang semuanya disangkal oleh Tiongkok.

Pernyataan itu juga meminta Tiongkok untuk secara damai menyelesaikan perselisihannya dengan Taiwan sesuai dengan piagam PBB, dan tidak menghindari sanksi AS dan Uni Eropa terhadap Rusia.

Baca Juga: