HERAT - Korban tewas akibat gempa bumi di Afghanistan barat pada Sabtu (7/10) bertambah menjadi sekitar 120 orang dan 1.000 lainnya terluka, kata otoritas bantuan bencana.

Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) mengatakan pusat gempa berkekuatan M6,3 berada 40 km barat laut kota terbesar di kawasan itu, Herat, diikuti oleh delapan kali gempa susulan dengan kekuatan antara 4,3 dan 6,3.

USGS sebelumnya melaporkan kekuatan gempa pertama sebesar 6,2.Kedalamannya dangkal hanya 14 kilometer, katanya.

Herat - 120 km sebelah timur perbatasan dengan Iran - dianggap sebagai ibu kota budaya Afghanistan.

Kota ini merupakan ibu kota provinsi Herat, yang memiliki populasi sekitar 1,9 juta jiwa, menurut data Bank Dunia tahun 2019.

Saat malam tiba di desa Sarboland di distrik Zinda Jan, di pedesaan provinsi Herat, reporter AFP melihat puluhan rumah rata dengan tanah di dekat pusat gempa.

Sekelompok laki-laki dengan sekop menggali tumpukan batu yang hancur sementara perempuan dan anak-anak menunggu di tempat terbuka, rumah-rumah yang hancur memperlihatkan barang-barang pribadi berkibar-kibar ditiup angin kencang.

"Terdengar suara keras dan tidak ada waktu untuk bereaksi," kata Bashir Ahmad (42). "Pada guncangan pertama, semua rumah runtuh."

"Yang ada di dalam rumah, terkubur," ujarnya. "Ada keluarga yang belum kami dengar kabarnya."

Nek Mohammad mengatakan kepada AFP, dia sedang bekerja ketika gempa pertama terjadi sekitar pukul 11.00 waktu setempat.

"Kami pulang ke rumah dan melihat sebenarnya tidak ada yang tersisa. Semuanya telah berubah menjadi pasir," kata pria berusia 32 tahun itu, seraya menambahkan bahwa sekitar 30 jenazah telah ditemukan.

"Sejauh ini, kami tidak punya apa-apa. Tidak ada selimut atau apa pun. Kami di sini ditinggalkan pada malam hari bersama para martir kami," katanya.

Kepala penanggulangan bencana provinsi Herat, Mosa Ashari, mengatakan kepada AFP, selain "sekitar 120" korban tewas, "lebih dari 1.000 wanita, anak-anak, dan warga lanjut usia yang terluka telah dimasukkan dalam catatan kami".

Warga Panik

Kerumunan warga meninggalkan gedung-gedung di kota Herat ketika rangkaian gempa mulai terjadi, meskipun laporan korban jiwa dari wilayah metropolitan sangat sedikit.

"Kami sedang berada di kantor dan tiba-tiba gedung mulai berguncang," kata Bashir Ahmad, seorang warga berusia 45 tahun, kepada AFP.

Plester tembok mulai rontok dan tembok retak, sebagian tembok dan sebagian bangunan roboh, ujarnya.

"Saya tidak dapat menghubungi keluarga saya, koneksi jaringan terputus. Saya terlalu khawatir dan takut, itu mengerikan."

Laki-laki, perempuan dan anak-anak berdiri di jalan-jalan, jauh dari gedung-gedung tinggi pada saat-saat setelah gempa pertama dan tetap berhati-hati kembali ke rumah mereka ketika gempa susulan bergemuruh selama berjam-jam.

"Situasinya sangat mengerikan, saya belum pernah mengalami hal seperti ini," kata Idrees Arsala, siswa berusia 21 tahun, orang terakhir yang berhasil mengevakuasi kelasnya dengan selamat saat gempa mulai terjadi.

Jumlah Korban

Pada Sabtu malam, juru bicara otoritas penanggulangan bencana Mullah Jan Sayeq mengatakan kepada AFP, jumlah korban jiwa diperkirakan bertambah.

Korban jiwa yang mencapai ratusan mungkin saja terjadi, menurut perkiraan awal USGS.

"Kemungkinan besar korban jiwa dan bencana ini berpotensi meluas. Peristiwa masa lalu dengan tingkat kewaspadaan seperti ini memerlukan respons tingkat regional atau nasional," katanya.

Afghanistan sering dilanda gempa bumi, terutama di pegunungan Hindu Kush, yang terletak di dekat persimpangan lempeng tektonik Eurasia dan India.

Pada Juni tahun lalu, lebih dari 1.000 orang tewas dan puluhan ribu orang kehilangan tempat tinggal setelah gempa berkekuatan 5,9 - paling mematikan di Afghanistan dalam hampir seperempat abad - melanda provinsi miskin Paktika.

Afghanistan berada dalam krisis kemanusiaan yang parah, menyusul penarikan bantuan asing secara luas sejak Taliban kembali berkuasa pada 2021.

Baca Juga: