Juru Bicara Pemerintah Jerman mengungkapkan negaranya akan segera memutuskan apakah akan menyetujui pengiriman 100 kendaraan tempur Marder lama ke Ukriana. Jika pemerintah setuju, ini menjadi pengiriman senjata pertama Jerman kepada Ukraina.

Dilansir dari Reuters, perusahaan pertahanan Jerman Rheinmetall telah meminta persetujuan untuk mengekspor kendaraan militer tersebut ke Ukraina. Nantinya, kendaraan tersebut akan dipulihkan terlebih dahulu dan diletakan di gudang selama beberapa bulan sebelum dikirimkan.

Langkah Rheinmetall dinilai akan memaksa Kanselir Olaf Scholz menekankan posisi yang jelas mengenai pengiriman langsung senjata berat dari negaranya ke Ukraina. Sebab, kesepakatan Marder memerlukan persetujuan dari dewan keamanan nasional, yang diketuai oleh Scholz.

Juru bicara Rheinmetall menolak memberikan komentar terkait hal tersebut.

Sementara, Juru bicara pemeirntah Jerman juga tidak memberikan waktu untuk memutuskan tentang kesepakatan Marder akan diambil.

Sebelumnya, Scholz menghadapi kritik di dalam dan luar negeri karena keengganannya untuk mengirimkan senjata berat, seperti tank dan howitzer, untuk membantu Ukraina menangkis serangan Rusia.

Menteri Pertahanan Christine Lambrecht menulis dalam sebuah surat kepada koalisi yang berkuasa pekan lalu bahwa permintaan ekspor ke Ukraina akan diperiksa.

"(Permintaan ekspor ke Ukraina) akan diperiksa dengan prioritas mutlak. Setelah koordinasi di kabinet, permintaan itu akan diputuskan pada hari yang sama sebagai aturan umum," katanya dalam surat tersebut.

Sementara pada kunjungan pertama mereka ke Ukraina sejak serangan Rusia, Menteri Luar Negeri dan Pertahanan AS berjanji mengirimkan bantuan militer tambahan ke Kyiv, termasuk senjata canggih.

Permintaan Ukraina untuk senjata berat telah meningkat sejak Moskow mengalihkan serangannya ke wilayah timur Donbas, wilayah yang dianggap lebih cocok untuk pertempuran tank daripada daerah sekitar Kyiv. Di mana sebagian besar pertempuran telah terjadi sejauh ini. Moskow tetap menyebut serangan yang dilakukan ke Ukraina sejak 24 Februari lalu merupakan 'operasi militer khusus'.

Baca Juga: