JAKARTA - Harapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar pembangunan ke depan lebih mengarah ke pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) harus mulai ditindaklanjuti jajaran kementerian/lembaga serta pemerintah daerah.

Sebab, di masa mendatang, tuntutan menggunakan energi hijau yang ramah lingkungan semakin tinggi, sementara energi fosil secara perlahan mulai ditinggalkan karena dampaknya yang kurang bersahabat dengan bumi.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, yang diminta pendapatnya di Jakarta, Minggu (9/5), berharap pemerintah mulai memberi contoh dengan melaksanakan aturan pemanfaatan tenaga surya untuk 30 persen di gedung-gedung pemerintah, baik pusat maupun daerah.

Pemanfaatan tenaga surya itu, jelas Fabby, sebenarnya sudah memiliki payung hukum yakni merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Dalam aturan tersebut menyebutkan bangunan pemerintah wajib memasang panel surya minimal 30 persen dari total luas atap.

Sedangkan untuk bangunan rumah mewah, apartemen dan kompleks perumahan wajib memasang panel surya minimal 25 persen dari luas atap.

Dia menjelaskan potensi energi surya di Indonesia rata-rata 1.350 kilowatt hour (kWh) per kW PLTS per tahun, sementara potensi di daratan Eropa hanya 900 kWh per kW PLTS per tahun. "Dorong saja implementasi aturan ini di daerah. Kebijakan itu lebih lebih efisien ketimbang mendorong pemanfaatan energi lain yang berbiaya mahal," kata Fabby.

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif Energi Watch, Mamit Setiawan, mengatakan, biaya beli listrik PLN masih sangat murah untuk EBT, apalagi PLN sedang dalam posisi surplus. "Pemerintah pusat harus turut hadir dan membantu pemda agar EBT bisa berjalan di daerah," kata Mamit.

Sampah Menjadi Listrik

Seperti diberitakan sebelumnya, kebijakan pemerintah menggenjot pemanfaatan EBT perlu didukung pemda agar peralihan dari konsumsi energi fosil ke energi hijau berjalan lebih cepat.

Dukungan itu, misalnya, sudah ditunjukkan Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, dengan membangun Instalasi Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo yang diresmikan Presiden Joko Widodo, pekan lalu.

Dalam peresmian tersebut, Presiden mengapresiasi kinerja Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sehingga PSEL tersebut dapat beroperasi. "Saya sangat mengapresiasi, sangat menghargai instalasi pengolahan sampah menjadi energi listrik, ini yang bagus, berbasis teknologi ramah lingkungan," kata Presiden.

PSEL di Surabaya adalah yang pertama beroperasi dari tujuh kota yang telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2016.

Pengamat Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmy Radhi, mengatakan kurangnya dukungan pemda terhadap program EBT khususnya PSEL karena mereka enggan terbebani biaya tambahan dalam memilah sampah. n ers/E-9

Baca Juga: