» Investor mulai hindari properti karena khawatir kondisi ekonomi khususnya resesi global, inflasi, dan kenaikan suku bunga.
» Pemerintah berpotensi kembali menanggulangi kredit macet pengembang di bank-bank karena potensi gagal bayarnya sangat besar.
JAKARTA - Salah satu sektor yang sangat terdampak pandemi Covid-19 selama beberapa tahun terakhir adalah sektor properti, khususnya gedung-gedung perkantoran. Semakin banyaknya perusahaan yang melakukan penyesuaian pola kerja bagi karyawan menyebabkan permintaan terhadap gedung-gedung perkantoran menurun.
Turunnya permintaan dan banyaknya perusahaan yang gulung tikar mulai terlihat pada sejumlah pusat perbelanjaan dan perkantoran yang sepi. Bahkan, ada beberapa lantai yang sama sekali tidak dihuni.
Selain properti yang ditinggalkan para penyewa (tenant), sejumlah gedung-gedung baru yang tampak sedang dibangun sudah mulai dijual oleh pengembangnya. Hal itu diduga karena mereka memiliki keterbatasan modal untuk membangun sementara unit yang mereka tawarkan tidak dilirik oleh konsumen.
Fenomena tersebut karena kredit ke sektor properti sudah oversupplay, padahal permintaan sangat rendah karena daya beli menurun. Di sisi lain, para spekulan tidak lagi melihat properti sebagai instrumen investasi yang menarik dan prospektif.
Menanggapi fenomena kredit ke sektor properti yang sudah oversupply, pakar ekonomi dari Universitas Airlangga Surabaya, M. Nasih, mengatakan perbankan perlu lebih memprioritaskan penyaluran kredit bagi sektor riil supaya ekonomi lebih bergerak.
"Kredit properti hanya bisa dimanfaatkan segelintir orang yang mampu saja. Tapi apakah produktif dan berkelanjutan untuk sektor riil ? Sedangkan yang lebih membutuhkan pembiyaan di sektor riil masih lebih banyak, jadi itu tidak produktif lagi. Maka sisi produktifnya ini yang perlu mendapat perhatian dan harus dicari lagi, yang bisa menggerakkan roda perekonomian," kata Nasih.
Pada sisi lain, sektor pertanian mulai banyak ditinggalkan karena dianggap tidak cukup kompetitif dalam menopang kehidupan. Ketika industri dan properti didorong, tenaga kerja tidak cukup, dan properti tidak efektif juga. "Jadi kalau orientasinya pemerataan, prioritas kredit ini perlu diredistribusikan lagi, karena disparitas penguasaan kekayaan masih lebar. Kredit perbankan lebih berpihak kepada yang punya modal, bukan masyarakat kebanyakan sehingga yang diuntungkan spekulan. Maka jangan sampai kredit salah sasaran, fokus saja pada sasaran sesungguhnya," kata Nasih.
Sepi Peminat
Direktur Celios, Bhima Yudisthira, pada kesempatan terpisah, mengatakan beberapa faktor membuat sektor properti terutama apartemen dan landed house mewah sepi peminat.
Pertama, kelas konsumen atas cenderung berhati-hati terhadap kondisi ekonomi ke depan misalnya soal ancaman resesi global, inflasi dan kenaikan suku bunga. "Properti yang digunakan untuk investasi mengalami penurunan peminat," kata Bhima.
Kedua, mahalnya harga tanah di kota tier 1 dan tier 2 dan naiknya pajak bumi dan bangunan (PBB), sehingga banyak pembeli mencari alternatif daerah lainnya. Ketiga, terjadi relokasi industri ke Jawa Tengah dari DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.
Keempat, lanjut Bhima, yaitu kekhawatiran rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) akan berdampak ke harga properti di Jabodetabek. "Efek psikologisnya para konsumen memperkirakan dalam jangka panjang Jakarta tidak lagi menarik jika IKN benar-benar pindah," pungkas Bhima.
Sementara itu, Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi, mengatakan selain pertimbangan investasi, daya beli masyarakat juga menurun karena pendapatan cenderung berkurang sementara kebutuhan hidup semakin tinggi, ditambah harga properti di Jakarta yang terus naik.
"Menurunnya minat masyarakat saya kira juga ada dampak dari rencana pemerintah memindahkan Ibu Kota Negara ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Untuk investasi masyarakat mulai melirik di luar properti, misalnya emas, tanah, dan reksadana," katanya.
Oversupply, tambahnya, sudah terjadi beberapa tahun terakhir. Ketika pengembang mulai tidak sanggup melanjutkan pembangunan maka dikhawatirkan pemerintah akan kembali menanggulangi kredit macet karena potensi gagal bayar sangat besar.