BERLIN - Jerman terancam deindustrialisasi karena melonjaknya harga listrik dapat memicu keluarnya pabrik dari negara tersebut secara besar-besaran.

Krisis listrik skala besar dapat secara serius membahayakan sektor industri Jerman karena produsen suku cadang mobil, bahan kimia, dan baja negara itu berjuang dengan harga energi yang mencapai level tertinggi baru hampir setiap hari, Bloomberg melaporkan pada hari ini, Jumat (19/8).

"Inflasi energi jauh lebih dramatis di sini daripada di tempat lain," kata Ralf Stoffels, chief executive officer BIW Isolierstoffe, pembuat suku cadang silikon untuk industri otomotif, dirgantara, dan peralatan. "Saya takut deindustrialisasi ekonomi Jerman secara bertahap," tambahnya, seperti dikutip oleh agensi tersebut.

Harga gas dan listrik di Jerman dilaporkan naik lebih dari dua kali lipat dalam dua bulan terakhir.

Awal pekan ini, harga listrik patokan Eropa mencapai rekor tertinggi lebih dari €500 ($509) per megawatt jam, menandai peningkatan lebih dari 500% pada tahun lalu.

"Harga listrik menjadi beban berat pada banyak perusahaan," kata Matthias Ruch, juru bicara produsen bahan kimia terbesar kedua di dunia, Evonik Industries, seperti dikutip Bloomberg.

Pengiriman gas dari Rusia, pemasok energi terbesar Jerman, terus menurun dalam beberapa bulan terakhir di tengah masalah teknis yang timbul dari sanksi terkait Ukraina.

Dalam upaya untuk mengatasi krisis, pemerintah Jerman telah mendesak warganya untuk mengurangi konsumsi energi dengan mematikan AC dan menggunakan lebih sedikit air panas.

Berlin juga telah mengambil langkah untuk menghidupkan kembali pembangkit listrik tenaga batu bara, sambil mengenakan pungutan tambahan atas penggunaan gas.

Sementara itu pada hari ini Luhut Binsar Panjaitan mengatakan bahwa pada pekan depan Presiden Jokowi akan menaikkan harga BBM karena beban APBN sudah terlalu besar.

Baca Juga: