Alat utama sistem persenjataan (Alutsista) pada Armada kapal selam Iran yang disebut "kapal selam cebol" saat ini dioperasikan oleh Angkatan Laut Iran, bukan oleh Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC).

Hal tersebut berarti, drone kapal selam yang dirilis pada Selasa (15/3) adalah jenis baru dalam operasi bawah permukaan untuk pasukan itu.

Sementara, IRGC merilis beberapa senjata baru pada Selasa (15/3), termasuk drone kapal selam pertamanya, yang digambarkan sebagai "kapal selam pintar" dalam siaran televisi pemerintah.

Dalam upacara pembukaan berlangsung di pelabuhan selatan Iran di Bandar Abbas, yang terletak di tengah Selat Hormuz, pintu masuk strategis ke Teluk Persia.

"Peluncuran itu diamati Komandan IRGC Mayjen Hossein Salami dan Kepala Angkatan Laut IRGC Laksamana Muda Ali Reza Tangsiri," jelas laporan Kantor Berita Tasnim.

Tidak hanya itu, beberapa alutsista juga diresmikan pada acara tersebut yaitu kapal air serangan cepat baru yang memiliki kecepatan tertinggi 95 knot dan kemampuan menembakkan rudal dan roket, serta melakukan misi pengintaian.

IRGC mengimplementasikan armada kapal cepat yang terdiri dari ribuan kapal, yang digunakannya untuk mengendalikan garis pantainya yang luas dan kemungkinan digunakan untuk melancarkan perang laut asimetris jika terjadi konflik.

Kemudian, IRGC juga mengungkapkan mereka memiliki rudal baru dengan jangkauan yang lebih jauh dan kemampuan yang lebih baik untuk menahan gangguan elektronik.

Namun, media Iran tidak memberikan indikasi bagaimana drone kapal selam baru akan digunakan.

Selain itu, berbagai negara lain menggunakan kapal selam tak berawak untuk segala hal mulai dari pengintaian hingga pertempuran, termasuk Amerika Serikat, Rusia, dan Tiongkok.

IRGC merupakan formasi paramiliter elit yang melengkapi militer Iran.

Meski demikian, AS telah menetapkan kelompok itu sebagai organisasi teroris asing, meskipun IRGC tidak pernah dikaitkan dengan serangan teroris.

Diketahui, pada Januari 2020, AS di era pemerintahan Donald Trump membunuh komandannya, Mayor Jenderal Qasem Soleimani, dalam serangan pesawat tak berawak di luar Baghdad, Irak.

Selanjutnya, Gedung Putih Trump mengklaim Soleimani ada di sana untuk mengoordinasikan serangan terhadap beberapa kedutaan AS, tetapi pemerintah Irak kemudian mengungkapkan komandan militer itu sedang dalam misi rahasia yang bertujuan memulihkan hubungan antara Iran dan Arab Saudi.

Baca Juga: