Untuk memperkuat ketahanan pangan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menggenjot penataan lahan dan konservasi lahan untuk meningkatkan produktivitas pangan.

Semarang - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menggenjot penataan lahan dan konservasi lahan untuk meningkatkan produktivitas pangan.

"Sebenarnya dari dulu kita memang sudah bisa disebut sebagai lumbung hanya sekarang tata ruang itu kan makin bersaing dengan kebutuhan industri, perumahan, maka lahan subur itu mesti betul-betul dikonservasi," kata Ganjar di Semarang, Jateng, Sabtu.

Menurut Ganjar, predikat lumbung padi sudah lama melekat pada Provinsi Jawa Tengah dan hal itu tidak lepas dari produktivitas padi.

Beberapa waktu lalu Ganjar sempat mengatakan produktivitas padi di Jawa Tengah mencapai 9,7 ton dan beras 5,6 ton hingga 5,8 ton per hektare.

Menurut dia, produktivitas itu harus ditingkatkan lagi agar produksi padi dan beras Jawa Tengah dapat juga memenuhi kebutuhan nasional.

"Selain konservasi lahan subur, intensifikasinya juga mesti didorong agar kalau rata-rata kita 5,6 hingga 5,8 ton per hektare padi, maka musti naik lagi sehingga lumbung pangannya bisa didorong," ujarnya.

Lumbung pangan yang dimaksud Ganjar bukan hanya terkait padi atau beras melainkan komoditas pangan lain yang potensial.

Diversifikasi pangan harus dilakukan dengan menggenjot produksi komoditas seperti jagung, singkong, sukun, bahkan porang.

"Pangannya tidak boleh diterjemahkan hanya padi, kita punya jagung, singkong, sukun yang banyak bisa kita produksi. Termasuk porang yang sangat laku sehingga diversifikasi pangannya berlaku," katanya.

Untuk meningkatkan lumbung pangan dengan diversifikasi yang ada, lanjut Ganjar, memerlukan pengembangan sistem dan kontrol yang baik sehingga data menjadi valid.

Menurut dia, data yang valid itu akan menjadi acuan agar geger mengenai impor beras seperti beberapa waktu lalu tidak terjadi.

"Memang sistem ini mestideveloped, dikontrol dengan baik dan datanya menjadi valid sebab kalau tidak ya seperti kemarin. Sebenarnya saat ini kita perlu impor beras apagak, berdebat panjang sekali, berasnya sudah datang. Terus kemudian para petani yang lain berteriak, kami jangan mendapatkangrojoganberas impor. Nah, data kita sebenarnya berapa," ujarnya.

Terkait data itu, Ganjar memaparkan bahwa dari sisi produktivitas sudah bisa menutup kebutuhan di Jawa Tengah, bahkan ada sisa sehingga dapat dibagikan atau dikirim ke tempat lain seperti ke Jakarta, Kalimantan Tengah, dan sebagainya.

"Maka kenapa kita butuh data pertanian kita, mudah-mudahan sensus pertaniannya nanti bisa jadi data utama untuk memperbaiki semua karena problem turunannya masih banyak. Kalau kita mau bicara kebutuhan yang bisa tercukupi seperti itu, ini data tidak boleh meleset, terusupdate," katanya.

Baca Juga: