Ganjar Pranowo menilai kasus HAM masa lalu dapat dituntaskan dengan pembentukan pengadilan HAM ad hoc, pencarian aktivis yang hilang, merehabilitasi dan memberikan kompensasi ke keluarga korban yang hilang, dan meratifikasi konvensi Anti-Penghilangan Paksa.

JAKARTA - Calon presiden nomor (Capres) urut 3 Ganjar Pranowo mengungkapkan langkah konkret menuntaskan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu apabila dipercaya mendapatkan mandat rakyat sebagai Presiden RI hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

"Maka itu yang saya pertanyakan juga, kita sudah diskusikan juga. Apa yang dilakukan adalah rekomendasi yang diberikan 2009 oleh DPR, antaranya satu membuat peradilan ad hoc, kedua mencari mereka yang hilang," kata Ganjar saat wawancara eksklusif di kediamannya, Jalan Taman Patra Raya, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (13/12).

Menurutnya, upaya menuntaskan kasus HAM di masa lalu dapat dilakukan lewat empat rekomendasi DPR untuk Presiden RI di tahun 2009. Pertama, merekomendasikan Presiden RI membentuk pengadilan HAM ad hoc.

Kedua, merekomendasikan Presiden RI serta institusi pemerintah dan pihak terkait untuk mencari 13 aktivis yang masih hilang. Ketiga, merekomendasikan pemerintah merehabilitasi dan memberikan kompensasi kepada keluarga korban yang hilang.

Keempat, merekomendasikan pemerintah meratifikasi konvensi Anti-Penghilangan Paksa sebagai bentuk komitmen dan dukungan untuk menghentikan praktik penghilangan paksa di Indonesia.

Selain itu, Ganjar juga mengatakan korban kasus pelanggaran HAM perlu dilindungi terutama keluarganya. Di sisi lain pun peradilan tetap harus jalan. "Maka ketika saya omongkan Prabowo tak tegas, 'Anda bagaimana kok tidak tegas, tidak menjawab ini'," ujarnya.

Mantan Gubernur Jawa Tengah itu pun berencana membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc. Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc pun sesuai dengan rekomendasi DPR.

Menurutnya, pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc sangat tergantung dari hasil penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung. "Siapa sih yang harus mengerjakan? Jaksa agung nanti, tinggal kita bikin saja, biar hakim yang memutuskan," jelas Ganjar.

Setelah itu, hakim akan memutuskan pelanggaran HAM tersebut sebagai puncak keadilan. Untuk itu, apa pun putusannya harus adil. "Kita tidak boleh mengintervensi hakimnya. Kalau jaksa kan eksekutif, maka bawalah saja ke sana. Ini sesuatu tidak sulit dan tidak usah 'baperan', justru pengadilan lah tempat yang paling adil menurut saya untuk bisa mengungkapkan itu semua," tuturnya.

Adapun dalam debat perdana capres di Kantor KPU RI, Jakarta, Selasa (12/12) malam, Ganjar sempat bertanya ke Prabowo mengenai komitmennya untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu jika terpilih di Pilpres 2024.

Ganjar menyebutkan terdapat 12 kasus pelanggaran HAM berat mulai dari peristiwa 1965-1966, peristiwa Talangsari 1989 hingga peristiwa Wamena 2003.

Kader Partai

Dalam kesempatan itu, Ganjar juga menegaskan bahwa dirinya independen meski kerap kali disebut sebagai petugas partai.

Awalnya, dia menyinggung bahwa Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) merupakan petugas partai. Adapun terminologi petugas partai merupakan realitas yang dihadapi semua kader partai jika ingin menempati jabatan publik. "Kalau cerita petugas partai, Pak Jokowi, saya kira dulu juga petugas partai. Sama, sebenarnya itu di istilah internal kami saja," kata Ganjar.

Sebab, kader harus mendapatkan restu dari ketua umum partai. Ia pun menyebut terminologi tersebut hanya digunakan oleh internal partai. Namun, ketika memiliki jabatan publik, Ganjar mengatakan dirinya memiliki independensi sebagai Gubernur Jawa Tengah dua periode.

"Ketika di jabatan publik, saya memiliki independensi dan saya buktikan itu selama 10 tahun menjadi gubernur tanpa intervensi dan satu prestasi," ujarnya.

Baca Juga: