Legalisasi ganja untuk medis membutuhkan literasi dan kepahaman masyarakat. Jangan sampai ada salah penafsiran dari public tentang ganja medis tersebut.
JAKARTA - Pakar kesehatan dari Universitas Griffith, Dicky Budiman mengatakan wacana legalisasi ganja untuk medis butuh literasi kepada masyarakat. Menurutnya, masih ada masyarakat yang belum lengkap memahami perihal ganja medis.
"Dikiranya dengan ganja langsung, tidak. Salah itu. Bahkan yang diperoleh bukan hal baiknya malah yang buruk," ujar Dicky, kepada Koran Jakarta, Jumat (1/7).
Dicky mencontohkan, ganja medis yang digunakan di dunia saat ini merupakan rekaya genetik. Bukan dari ganja tanamannya, sehingga potensi ketergantungannya kecil.
"Nah, tapi yang sekarang disalahtafsirkan publik itu ganja (tanaman). Selain salah kaprah, tidak kuat secara keilmuan dasar hukumnya," jelasnya.
Lebih lanjut, Dicky menyebut, harus ada riset mendalam jika memang ingin melegalkan ganja medis. Menurutnya, baik dari sisi kedokteran maupun keilmuan saat ini masih belum kuat.
Dia tidak memungkiri bahwa PBB dan WHO telah menyerahkan pengayuran ganja kepada masing-masing negara. Meski begitu, keselamatan masyarakat baik sosial dan kesehatan harus diutamakan.
"Sekali lagi aspek terapi tidak bisa testimoni harus ada riset dalam hirarki tertinggi randomize control trail (RCT) yang akan menjadi dasar rujukan yang sudah valid bahwa produk turunan ganja aman dan bermanfaat. Tapi saat ini belum ada," ucapnya.
Dicky menilai, penempatan ganja sebagai narkotika golongan 1 dalam UU nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika sudah tepat. Ganja masih jadi zat tertinggi setelah alkohol yang membuat ketergantungan.
"Ini dampaknya bukan hanya masalah kesehatan, tapi juga sosial dan sebagainya. Ini mendasari kenapa ganja tidak bisa dijadikan sebagai terapi atau rekreasional," katanya.
Dia memandang, belum ada dasar yang bisa membuat pengaturan ganja di Indonesia bergeser untuk medis. Menurutnya, hal yang perlu dilakukan adalah sosialisasi kepada masyarakat. "Menurut saya regulasi sudah tidak perlu ada yang dibuat, sudah jelas ada itu UU Narkotika hanya berarti perlu untuk sosialisasi, literasi," tandasnya.
Belum Ada Persiapan
Secara terpisah, Direktur Tindak Pidana Narkoba (Dirtipidnarkoba) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Krisno H Siregar mengaku belum ada persiapan khusus yang dilakukan kepolisian terkait wacana legalisasi ganja untuk kepentingan medis.
"Belum ada persiapan apa pun terkait wacana ganja dilegalkan untuk kepentingan medis. Polri sebagai alat negara penegak hukum wajib menegakkan hukum positif yang berlaku di Indonesia," kata Krisno saat dikonfirmasi di Jakarta, kemarin.
Ia menyebutkan Polri sebagai penyidik tindak pidana narkoba saat ini berpedoman kepada ketentuan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Di mana pasal tersebut memasukkan ganja (cannabis sativa) sebagai narkotika golongan I atau dilarang.