JAKARTA- Jumlah penderita luka kronis yang cukup signifikan di Indonesia harus segera ditangani dengan metode pengobatan yang modern. Hal itu karena penderita luka kronis tidak hanya merugikan pribadi yang bersangkutan, tetapi juga menyebabkan gangguan produktivitas keluarga, bahkan mengganggu sistem kesehatan nasional.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Prof. Dr. dr. David Sontani Perdanakusuma, Sp.BP-RE(K) dalam diskusi dengan media bertajuk "Terobosan Baru dalam Perawatan Luka yang Sulit Sembuh" di Hotel Sari Pan Pasifik Jakarta, Sabtu (12/10) mengatakan jika di Amerika Serikat (AS) saja perawatan secara terus-menerus sudah menggerus produktivitas 10 juta jam kerja yang terbuangnya sia-sia dengan nilai kerugian sekitar 2,3 miliar dollar AS.

"Kalau di AS saja dengan jumlah penderita diabetes 3,2 persen segitu besarnya, apalagi di Indonesia dengan perkiraan penderita mencapai 8,2 persen dari jumlah penduduk, tentu nilai kerugiannya lebih besar, walaupun belum ada perhitungan secara detail," jelas David.

Lebih lanjut David mengatakan, penelitian Etiology, Epidemiology, and Disparities in the Burden of Diabetic Foot Ulcers di National Library of Medicine, luka diabetes dapat berakibat komplikasi.

Bahkan, sekitar 20 persen orang yang mengidap luka diabetes terpaksa harus diamputasi kakinya, baik minor (di bawah pergelangan kaki), maupun mayor (di atas pergelangan kaki), atau keduanya.

Fakta lainnya, diperkirakan 10 persen akan meninggal dalam waktu satu tahun setelah diagnosis luka diabetes yang pertama. Infeksi luka diabetes terjadi pada sekitar 60 persen dari pasien luka diabetes. Di antara orang-orang yang mengalami infeksi luka diabetes, sebagian besar memerlukan tindakan bedah untuk membersihkan luka, dan sebanyak 15-20 persen memerlukan tindakan amputasi.

"Problem yang mungkin dihadapi pada luka yang sulit sembuh adalah adanya jaringan nekrotik atau jaringan mati, bakteri atau infeksi, eksudat (nanah) yang berlebih. Selama problem masih ada penyembuhan tidak akan berjalan atau berhenti," jelasnya.

Kendati demikian, dampaknya akan membuat perawatan menjadi lama, biaya perawatan dan pengobatan meningkat, dan fungsi sosialnya akan terganggu (produktivitas, pergaulan, pekerjaan, dan lain-lain).

Berbagai dampak tersebut katanya dapat dihindari dengan penanganan yang tepat terhadap luka diabetes. Prof. David menekankan, percepatan penyembuhan luka dapat dilakukan dengan modalitas terkini dari hasil penelitian, yakni menggunakan secretome dan stem cell.

Beban Ekonomi

Sekretaris KSM Bedah RS Cipto Mengkunkusumo Jakarta (RSCM) dan Koadminko Departemen Bedah Fakultas Kedokteran Univeristas Indonesia, Dr. dr. Dedy Pratama, Sp.B, Subsp.BVE(K) menambahkan, luka kronik akibat diabetes melitus dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang berdampak signifikan bagi pasien dan keluarga.

Bagi pasien, luka yang tidak dapat disembuhkan menyebabkan gangguan mobilitas pada pasien dan berdampak signifikan bagi kualitas hidup pasien. Tidak bisa dihindari, masalah psikologis dapat berdampak pada pasien, yakni mengalami depresi, kecemasan, atau stres akibat kondisi kesehatan yang berkepanjangan.

"Bagi keluarga, tentunya sedikit banyak keluarga harus menyediakan perawatan tambahan, termasuk penggantian perban dan perawatan luka, yang dapat menguras waktu, tenaga dan biaya, sehingga bisa mengakibatkan beban perawatan, pengobatan, perubahan dinamika keluarga dan stres emosional tersendiri bagi keluarga," kata Dedy.

Luka kronik diabetes papar Dedy juga berdampak bagi masyarakat dan sistem kesehatan secara keseluruhan. Peningkatan beban kesehatan terutama dari aspek beban ekonomi, peningkatan angka amputasi yang mengakibatkan produktivitas masyarakat yang terkena berkurang tentunya dapat membebani sistem kesehatan, dengan meningkatnya kebutuhan perawatan medis dan rumah sakit.

Dr. Dedy menambahkan, penggunaan metode modern wound dressing (balutan luka modern) dan Negative Pressure Wound Therapy atau NPWT (perawatan luka tekanan negatif) juga dapat menjadi solusi untuk mempercepat proses penyembuhan luka dan mencegah luka semakin memburuk.

"NPWT memiliki kelebihan dibandingkan perawatan luka konvensional lain. Di antaranya, membersihkan luka secara kontinyu setelah tindakan bedah, dapat menarik eksudat (nanah) secara terus-menerus, mempercepat stimulasi jaringan granulasi (jaringan sehat), mengurangi nyeri bengkak pada kaki diabetes yang disebabkan oleh penggantian perban dengan interval yang pendek seperti pada perawatan luka konvensional," jelasnya.

Hal itu tentunya dapat mengurangi length of stay pasien di rumah sakit, mengurangi angka nosokomial bagi pasien akibat seringnya penggantian luka, dan mempercepat kesembuhan luka bagi pasien.

Perlu Terobosan

Pharma Marketing, Deputy Director PT Kalbe Farma Tbk, dr. Selvinna, M. Biomed dalam kesempatan itu mengatakan PT Kalbe Farma Tbk (Kalbe) berkomitmen menyehatkan bangsa dengan edukasi kesehatan dan penyediaan obat-obatan, termasuk untuk perawatan luka kronik.

Luka kronik jelasnya merupakan luka yang gagal sembuh melalui proses penyembuhan luka normal dalam jangka waktu tiga bulan atau lebih. Luka kronik dibagi menjadi empat, yaitu luka diabetes (Diabetic Foot Ulcer), luka tekan (Pressure Injury), ulkus vena (Venous Leg Ulcer), dan ulukus arteri (Arterial Ulcer). Dari keempat itu, luka diabetes dapat berakibat komplikasi. Maka dari itu, sangat diperlukan terobosan untuk perawatan luka yang sulit sembuh akibat diabetes.

"Kalbe sangat peduli terhadap penanganan penyakit diabetes di Indonesia melalui Kalbe Diabetes Total Solution. Komplikasi diabetes dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti gagal ginjal, stroke termasuk juga luka yang sulit sembuh," kata Selvinna.

Selvinna melanjutkan bahwa edukasi mengenai penanganan luka yang sulit akibat diabetes perlu dipahami oleh masyarakat. Hal itu agar mereka terhindar dari dampak luka tersebut, salah satunya risiko amputasi.

"Kalbe terus berupaya untuk menyediakan solusi kesehatan bagi masyarakat, sesuai dengan komitmen berkelanjutan perusahaan, yaitu Bersama Sehatkan Bangsa," lanjut Selvinna.

Selain evaluasi dan pengobatan medis yang mutakhir, perlu juga peningkatan awareness dan pengetahuan masyarakat mengenai luka kronik, faktor apa saja yang meningkatkan risiko luka kronik, dan bagaimana cara mencegah luka kronik.

Pasien juga harus konsultasi ke dokter secara rutin untuk memeriksa kondisi kesehatan, memeriksakan diri di laboratorium, serta disiplin mengonsumsi obat-obatan yang diresepkan dokter.

Dengan kerja sama yang baik antara masyarakat, tenaga kesehatan, pemerintah, dan perusahaan kesehatan seperti Kalbe Farma yang berkomitmen pada inovasi di bidang kesehatan, maka Indonesia bisa mencegah komplikasi dan memperbaiki penyembuhan luka kronik.

Baca Juga: