JAKARTA - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekaf) berkolaborasi dengan Griffith Institute of Tourism-Australia dan Women Communication Network (WCN), telah mengadakan Webinar Series Women and Tourism. Acara ini menyoroti peran wanita dalam pengembangan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.

WCN sendiri merupakan komunitas yang bertujuan sebagai platform bagi para wanita untuk berbagi ide dan pengalaman mengenai isu-isu terkait pariwisata. Kegiatan ini mempunyai visi untuk menciptakan kehidupan yang harmonis dan bermakna melalui upaya kolaboratif wanita, dengan dua misi: 1) menyediakan forum diskusi mengenai isu-isu terkait pariwisata untuk berbagi pengalaman dan ide, serta melakukan kegiatan terkait pariwisata, dan 2) menawarkan kesempatan jaringan antar wanita.

Sekretaris Tetap di Ministry of Tourism and Creative Economy/ Tourism and Creative Economy Agency (MOTCE), Ni Wayan Giri Adnyani, dalam webinar dengan tema Peran Wanita dalam Pariwisata yang dihadiri oleh peserta dari kalangan akademisi, industri, mahasiswa, dan pemerintahan, mengatakan bahwa narasi tentang wanita dalam pariwisata bukan hanya sebuah kisah tentang menembus batas, melainkan juga sebuah kisah tentang ketahanan, kreativitas, dan visi.

"Dalam skala global, terjadi perubahan paradigma di mana wanita muncul sebagai pengambil keputusan kunci, pengaruh, dan inovator. Wanita Indonesia berperan signifikan dalam sektor pariwisata dan ekonomi kreatif," kata Wayan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (15/2).

Dia menambahkan data menunjukkan bahwa mayoritas angkatan kerja di sektor pariwisata adalah wanita, dengan persentase sebesar 54,22 persen, dibandingkan dengan pekerja pria sebesar 45,78 persen. Angka ini mencerminkan rasio yang serupa di mana secara global wanita juga menduduki posisi dominan di sektor pariwisata dengan 54 persen dari angkatan kerja, menurut Laporan Global tentang Wanita dalam Pariwisata oleh UN Tourism.

"Sektor pariwisata Indonesia bergerak menuju pariwisata yang berkelanjutan dan inklusif. Hal ini terlihat dari berbagai proyek inovatif berbasis masyarakat hingga inisiatif ramah lingkungan, di mana wanita Indonesia membentuk sektor pariwisata yang merangkul keragaman dan mendorong pemberdayaan ekonomi," kata Wayan.

Sedangkab Dosen Senior pariwisata dari Griffith Institute for Tourism, Dr. Elaine C.L. Yang, mengatakan bahwa 70 persen wisatawan wanita solo mempertimbangkan aspek keamanan saat melakukan perjalanan sendirian. Aspek ini meliputi keamanan akomodasi, tujuan, dan transportasi. Menurutnya, Indonesia memiliki peluang besar untuk mendorong para wisatawan solo, terutama wanita, untuk berkunjung ke Indonesia.

"Ada beberapa hal yang dapat dilakukan Indonesia untuk mempererat hubungan melalui cerita otentik, seperti tur berjalan yang menceritakan kisah wanita lokal yang hebat, tur langit malam yang melibatkan cerita rakyat lokal, mempromosikan bisnis wanita, tur berjalan skala kecil hanya untuk wanita, serta pemandu wisata wanita, serta menjadikan Indonesia sebagai pemimpin destinasi pariwisata yang inklusif gender di Asia Tenggara," ujarnya.

Pada kesempatan ini, Ketua Asosiasi Travel Agent Indonesia (ASTINDO), Pauline Suharno, juga hadir sebagai pembicara. Ia berbagi pengalaman saat bekerja di industri pariwisata Indonesia. Ia mengatakan bahwa setiap kegagalan yang dihadapi harus digunakan sebagai batu loncatan menuju kesuksesan dan bahwa kita harus bangkit lebih kuat setelah mengalami kegagalan.

"Di kantor saya, 80-85 persen dari karyawan adalah wanita. Mereka mulai dari nol, dan beberapa dari mereka bahkan tidak memiliki latar belakang pariwisata sama sekali. Ketika mereka dapat belajar lebih banyak, akhirnya mereka dipromosikan ke posisi yang lebih tinggi. Di tingkat manajemen, semuanya wanita," ungkapnya.

Pendiri dan Pelopor Desa Ekowisata Kelecung, Ni Putu Ayu Puspawardani, membagikan kesuksesannya dalam memimpin dan mengelola Desa Ekowisata Kelecung di Bali. Menurutnya, salah satu tantangan terbesar yang dihadapi adalah pemuda.

"Pemuda-pemuda ini memiliki antusiasme yang besar. Namun, mereka cenderung mengharapkan hasil instan. Jadi, saya selalu melibatkan mereka, meminta mereka untuk menjadi pemandu lokal dan berpartisipasi dalam pelatihan. Saya percaya bahwa sesuatu bisa berubah jika telah menjadi kebiasaan," ujar Ayu.

Beliau menambahkan bahwa wanita harus lebih banyak terlibat dalam pariwisata, bukan hanya sebagai operator tetapi juga di tingkat manajerial dan kepemimpinan. Selain itu, wanita juga dapat menjadi pendorong perubahan bagi keluarga dan komunitas melalui pariwisata. Semua pembicara sepakat bahwa saat ini masih terdapat hambatan dalam realitas mengenai ketimpangan gender. Hal ini terjadi tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia.

Menurut UN Tourism, dari segi pendapatan, wanita mendapatkan 16 persen lebih sedikit dari pada pria. Webinar ini diharapkan dapat menciptakan upaya bersama yang lebih besar dari seluruh pemangku kepentingan pariwisata dan ekonomi kreatif dalam menghadapi tantangan tersebut.

Baca Juga: