» Aktivis pecinta lingkungan masih meragukan komitmen negara-negara kaya membantu negara miskin.

» Pemerintah harus buat inisiatif kebijakan agar EBT semakin mudah dan luas digunakan masyarakat.

CARBIS BAY- Para pemimpin negara kelompok G7 berkomitmen untuk meningkatkan kontribusi pendanaan perubahan iklim mereka guna memenuhi janji pengeluaran sebesar 100 miliar dollar Amerika Serikat (AS) per tahun. Pendanaan itu untuk membantu negara-negara miskin mengurangi emisi karbon dan mengatasi pemanasan global.

Seperti dikutip dari Reuters Minggu (13/6), tujuh negara dengan ekonomi paling maju dunia itu berjanji akan memenuhi target tersebut, sebagai bagian dari rencana yang disebut membantu mempercepat pembiayaan proyek infrastruktur di negara-negara berkembang dan pergeseran ke teknologi terbaru yang berkelanjutan.

Beberapa kelompok pecinta lingkungan tidak terkesan dengan komitmen tersebut. Aktivis pecinta lingkungan Greenpeace di Inggris mengatakan, tuan rumah G7, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson telah menghangatkan kembali janji-janji lama dan bahwa itu tidak akan diberikan begitu saja sampai negara-negara menghasilkan uang. "Melindungi planet kita adalah hal terpenting yang dapat kita lakukan sebagai pemimpin untuk rakyat kita," kata Johnson dalam sebuah pernyataan.

"Sebagai negara demokratis, kita memiliki tanggungjawab untuk membantu negara berkembang menuai manfaat dari pertumbuhan bersih melalui sistem yang adil dan transparan. G7 memiliki peluang yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk mendorong Revolusi Industri Hijau global, dengan potensi untuk mengubah cara hidup kita," tambahnya.

Negara-negara maju pada 2009 lalu juga sepakat di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk bersama-sama menyumbangkan 100 miliar dollar AS setiap tahun pada tahun 2020 untuk pendanaan iklim ke negara-negara miskin, karena banyak diantaranya yang bergulat dengan naiknya air laut, badai, dan kekeringan yang diperburuk oleh perubahan iklim.

Target itu tidak terpenuhi, sebagian tergelincir oleh pandemi virus corona yang memaksa pemerintah Inggris untuk menunda Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP26) hingga tahun ini.

Para pemimpin G7 juga diharapkan untuk mengambil tindakan untuk mengurangi emisi karbon, termasuk langkah-langkah seperti mengakhiri hampir semua dukungan langsung pemerintah untuk sektor energi bahan bakar fosil di luar negeri dan menghentikan mobil bensin dan diesel secara bertahap.

"Dunia alam saat ini sangat berkurang. Itu tidak dapat disangkal. Iklim kita memanas dengan cepat. Itu tidak diragukan lagi. Masyarakat dan negara kita tidak setara dan itu sangat jelas terlihat," kata naturalis Inggris David Attenborough, advokat rakyat untuk PP26.

Attenborough akan berbicara kepada para pemimpin melalui pesan video pada hari Minggu. Dia mengatakan pertanyaan untuk tahun 2021 adalah apakah dunia berada di ambang ketidakstabilan planet ini.

"Jika demikian, maka keputusan yang kita buat dekade ini - khususnya keputusan yang dibuat oleh negara-negara paling maju secara ekonomi adalah yang paling penting dalam sejarah manusia," katanya.

Direktur eksekutif Greenpeace Inggris, John Sauven, menggambarkan rekam jejak negara-negara kaya dalam menghormati komitmen mereka cukup buruk dan Johnson gagal mengambil tindakan mengatasi keadaan darurat iklim dan alam.

Pacu EBT

Pakar ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, mengatakan, pemerintah tidak boleh menyia-nyiakan dan harus menyambut inisiatif pendanaan G7 dalam upaya mencapai netral karbon.

"Inisitif yang bagus sekali untuk mengatasi ketimpangan dalam mencapai netral karbon. Negara-negara memang harus memperhatikan nasib anak cucunya, jangan terus menumpuk emisi karbon akibat penggunaan batu bara dan energi fosil lainnya," kata Wibisono.

Pemerintah jelasnya harus membuat inisiatif lewat kebijakan yang membuat energi baru terbarukan (EBT) semakin mudah dan luas digunakan seluruh lapisan masyarakat. n SB/ers/E-9

Baca Juga: