Indonesia tidak mungkin bisa menangani pandemi sendirian, pengadaan vaksin misalnya, selalu berhubungan dengan negara yang sudah memproduksi vaksin.

JAKARTA - Perlunya rekomendasi tentang kerja sama menangani pandemi Covid-19 secara global oleh G20 harus disambut baik. Bentuk kolaborasi global yang paling nyata dibutuhkan Indonesia adalah menerima hibah vaksin dari negara maju yang tingkat efikasinya tinggi. Tingkat pemulihan yang berbeda di tiap negara, memungkinkan negara dengan tingkat penyebaran Covid-19 yang sudah menurun dapat membantu mengirimkan kelebihan vaksinnya.

Demikian kesimpulan pendapat Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, dan pengamat ekonomi dari Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Yohanes B Suhartoko, di Jakarta, Minggu (11/7), menanggapi hasil "3rd G20 Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting 9-10 July 2021".

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, ketika berbicara di hari pertama pada pertemuan tersebut secara daring akhir pekan lalu mengatakan, pemerintah mendukung rekomendasi yang diberikan oleh panel tentang perlunya kerja sama menangani pandemi secara global. Koordinasi yang baik, tepat waktu, dan pendanaan sangat diperlukan dalam menghadapi pandemi ini.

Sri Mulyani menjelaskan perekonomian Indonesia menunjukkan pemulihan yang sangat kuat hingga kuartal kedua tahun ini. Hal ini didukung oleh kebijakan fiskal dan moneter. Pemerintah juga melakukan reformasi struktural untuk pemulihan yang lebih baik dan lebih kuat, tetapi dengan adanya varian baru Covid-19 terutama varian Delta yang menyebar sangat cepat, mengganggu pemulihan ekonomi yang sedang berjalan.

"Kami mendukung dan menyetujui kebutuhan akan akses vaksin, medis serta sistem perawatan kesehatan yang membutuhkan banyak dukungan. Jadi, kami meningkatkan sumber daya untuk kesehatan, serta jaring pengaman sosial dan terus mendukung komunitas bisnis kami," jelas Menkeu.

Menurut Suhartoko, sebagai suatu negara, Indonesia tidak mungkin bisa menangani pandemi sendirian. Sebagai contoh, pengadaan vaksin selalu berhubungan dengan negara yang sudah memproduksi vaksin, sehingga kerja sama bilateral dan multilateral pengadaan vaksin perlu dilakukan.

Dalam bidang ekonomi, perlu disusun skenario kerja sama yang dapat dimulai saat ini untuk mengantisipasi krisis keuangan yang berpotensi mengancam stabilitas ekonomi dan keuangan dunia. "Itu penting, mengingat saat ini hampir semua negara di dunia melakukan kebijakan fiskal sangat ekspansif yang pastinya akan berdampak terhadap sektor keuangan di masa datang pada saat utang tersebut jatuh tempo," kata Suhartoko.

Menurut Bhima Yudhistira, untuk mencapai target herd immunity, Indonesia masih memerlukan bantuan vaksin Covid-19 yang jumlahnya tidak sedikit. Selain itu, negara yang tergabung dalam G20 dapat memberikan keringanan kepada Indonesia untuk membayar cicilan pokok dan bunga utang.

Sebaiknya negara yang menjadi kreditur pinjaman Indonesia bisa berikan keringanan hingga 2023 untuk membayar kewajiban utang. "Bentuk keringanan utang diperlukan Indonesia agar ruang fiskal tidak ketat untuk biayai penanganan pandemi dan belanja perlindungan sosial," pungkas Bhima.

Sementara itu, akademisi Universitas Brawijaya Malang, Munawar Ismail, mengatakan kebutuhan untuk menjalin kerja sama global dalam mengatasi krisis kesehatan dan ekonomi saat ini memang tidak terelakkan, karena sumber daya negara-negara miskin dan berkembang telah tersedot habis-habisan.

"Karena perekonomian global bergejolak, maka dampaknya semua akan merasakan. Di saat pendapatan pajak turun karena langkah-langkah pengetatan dan lockdown, mereka harus menyediakan dana untuk stimulus supaya ekonominya tetap jalan. Mau tidak mau, negara-negara ini harus mendapat bantuan, yang karena kebutuhannya besar, maka harus ada inisiatif bersama dari dunia," kata Munawar.

Di sisi lain, pemerintah harus berhati-hati, jangan melakukan kegiatan yang terlalu ekspansif. Kurangi komponen-komponen impor yang terlalu banyak untuk menjaga perekonomian. Neraca perdagangan dan neraca pembayaran harus dijaga, karena kalau keduanya sampai terganggu, akan menciptakan krisis yang lebih besar.

Ekonomi Digital

Pada kesempatan tersebut, Sri Mulyani juga mengatakan bahwa pandemi Covid-19 mendorong transformasi menuju ekonomi digital dengan lebih cepat. Dengan adanya pandemi, semua aktivitas ekonomi, pendidikan, bahkan kesehatan telah beralih ke teknologi digital.

Peneliti Ekonomi Indef, Nailul Huda, mengatakan memang sangat betul Indonesia butuh kolaborasi global untuk transformasi digital, namun yang dibutuhkan lebih dahulu bukan investasi di infrastruktur digital, namun kualitas sumber daya manusia (SDM).

Indonesia sudah punya proyek infrastruktur digital berupa Palapa Ring, sektor swasta juga gencar melakukan fiberisasi tower. Namun, masalahnya pada kemampuan masyarakat untuk menggunakannya. n ers/Ant/SB

Baca Juga: