Fusion food menjadi salah satu tren kuliner yang sedang digandrungi di Indonesia. Kalangan milenial yang dinilai memiliki selera kuliner sendiri, sangat menyukai fusion food.

Keberhasilan seorang chef ataupun kreator kuliner dalam menciptakan sajian hidangan fusion ini adalah manakala ia mampu menghadirkan sebuah menu baru tanpa mengingkari orisinalitas dari makanan dasarnya.

Dan inilah tantangannya. Sebab pada fusion food pada dasarnya menggabungkan dua elemen atau dua cita rasa kuliner yang berbeda.

Pizza rendang, bakso keju, kue cubit green tea dan lain sebagainya menjadi sederet contoh hidangan fusion atau fusion food yang kini terus menjamur di Indonesia. Paparan berbagai budaya kuliner yang terus berkembang dan permintaan pasar dalam hal ini adalah penikmat kuliner yang juga semakin beragam menuntut kreatifitas.

Mereka yang bergerak di dunia kuliner juga harus mengembangkan kreatifitas. Selain itu harus melahirkan menu-menu baru yang tak hanya enak tetapi juga kaya akan pengalaman rasa.

Di temui saat acara "ngulik rasa", chef Bambang Nurianto, ketua Perkumpulan Chef Profesional Indonesia (PCPI) mengatakan, secara umum fusion food sendiri merupakan suatu inovasi dalam bidang makanan. Satu sajian menggabungkan unsur-unsur tradisi kuliner yang berbeda dari dua tradisi budaya kuliner atau lebih yang berbeda.

Dua budaya yang dimaksud bukan hanya budaya kuliner Barat dengan Timur saja, tetapi tradisi budaya kuliner yang berkembang secara umum.

"Mungkin definisinya akan berbeda. Tetapi pada intinya adalah bagaimana mengkreasikan dua atau lebih tradisi atau budaya kuliner itu sendiri. Termasuk bagaimana penataan sajian maupun pengkombinasian antar bahan dan teknik pengolahan yang unik" kata Chef Bambang, dalam acara yang di selenggarakan oleh Unilever Food Solutions (UFS) beberapa waktu lalu.

Fusion food sendiri menurut Bambang sudah dikenal lama di negara Barat. Tren hidangan fushion juga terus berkembang dan meluas termasuk di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.

Sejumlah restoran-restoran di Jakarta, Bandung ataupun Bali bahkan sudah sejak lama mulai menyajikan menu-menu fushion food dalam daftar menu makanan mereka.

Trend makanan fushion, semakin berkembang dan marak. Kehadiran generasi milineal yang dinilai memiliki cara pandang dan selera sendiri dalam ranah makanan yang mereka konsumsi semakin mempopulerkan trend fushion food di Indonesia.

"Generasi milineal dengan paparan tradisi kuliner yang tinggi membuat mereka memiliki sikap tersendiri soal makanan. Kriteria makanan menjadi tidak hanya sekedar enak atau tidak enak. Tetapi ada nilai lain berupa pengalaman memakan atau nilai-nilai lainnya," tambah Chef Bambang

Dengan jumlah yang banyak, gerbong milineal inilah yang kemudian menggerakan berbagai ide-ide kreatif para chef maupun kreator makanan.

Alhasil, tak hanya pada menu-menu hidangan utama saja, beberapa jajanan kekinian juga melahirkan kudapan-kudapan yang tak lain merupakan jenis fushion food. Misalnya saja, bakso dengan isian keju mozarela, serabi aneka rasa dan lain sebagainya.

Tradisi Kuliner

Menurut Chef Bambang setidaknya ada sejumlah kategori dalam masakan fusion. Yang pasti tidak hanya sebatas pada gaya masak atau cita rasa khas dari beberapa negara atau daerah saja.

Misalnya, pizza yang di negara aslinya mungkin diracik tidak pedas, namun kemudian dikembangkan dengan rendang yang sedikit lebih pedas hingga menghasilkan menu baru dan diterima masyarakat. Tak hanya soal rasa, komposisi bahan yang digunakanpun sudah berkembang. Yakni menggunakan isian daging rendang.

Hidangan fusion juga bisa menggabungkan penggunaan makanan tradisional dari budaya atau etnis sebuah daerah dan menggunakan komposisi unik di dalammnya.

Misalnya seperti paduan rempah-rempah atau bumbu-bumbu dari masakan lain untuk menciptakan makanan atau masakan baru. Misalnya pada penggunaan mayones untuk menu isian sushi. Padahal selama ini, tradisi asli sushi hanyalah menggunakan isian sayuran ataupun daging ikan segar.

Kriteria lain dari hidangan fusion juga terkait dengan metode atau teknik dalam memasak atau mempersiapkan hidangan. Termasuk pada bahan makanan yang digunakan.

"Misalnya Soto Lamongan Sea Food. Itukan salah satu jenis fushion food juga dengan mengkreasikan bahan-bahan. Dari semula sayuran seperti irisan kubis kemudian diisi dan diganti dengan aneka sea food sepeti kerang, udang dan lain sebagainya," kata Chef Bambang memberi contoh.

Bagi Chef Bambang, untuk menghasilkan jenis hidangan fusion, seorang chef atau kreator makanan harus terlebih dahulu memahami produk makanan itu sendiri terlebih dahulu. Artinya, seorang chef tidak bisa asal mencampur baurkan teknik, bahan semata.

"Kalau dia mau mengembangkan soto,maka harus paham dulu dasar dari soto itu sendiri sehingga ketika soto dikembangkan maka, keaslian dari soto tetap ada," kata Chef Bambang. Beberapa hal yang harus diperhatikan, menurut Chef Bambang, adalah rasa, warna, tekstur, dan tentu saja unsur kesehatan dan gizi dari hidangan terssbut juga tidak boleh di kesampingkan. nik/E-6

Masakan Lokal, Kaya Rasa Berkat Rempah

Masakan Indonesia diakui bangsa lain sebagai salah satu makanan terenak di dunia. Di dalam negeri, masyarakatnya pun menggemari makanan kaya rempah ini. Untuk itu, Indonesian Chef Association (ICA) berkomitmen memajukan masakan Indonesia.

Maraknya masakan asing yang menyerbu sejumlah restoran di pusat berbelanjaan maupun kafe tidak serta merta mematikan masakan Indonesia. Pasalnya, makan terkait selera. Orang Indonesia terbiasa makan masakan kaya rempah.

"Makanan asing mix atau fusion saat pembukaan akan rame karena mencoba," ujar Lucky Permana, Vice President Profesi dan Pendidikan ICA. Selebihnya, masyarakat akan kembali ke makanan otentik dalam negeri. "Jadi makanan Indonesia paling enak sedunia karena rempah-rempahnya," ujar dia.

Kekayaan bumbu tersebutlah yang membuat makanan Indonesia masih eksis, tanpa khawatir bakal tergilas masakan asing. Bahkan Lucky yakin bahwa masakan Indonesia menjadi salah satu celah bisnis yang menjanjikan.

Berdasarkan survei jumlah pengunjung rstoran dan pemerhati kuliner yang dilakukan ICA, 60 persen orang Indonesia makan masakan Indonesia. "Makan masakan asing hanya sesekali saja," ujar dia.

Makanan otentik atau asli Indonesia masih memiliki peluang luas untuk dikembangkan menjadi bisnis kuliner. Gado-gado menjadi salah satu contohnya, masakan lain yang bisa dikembangkan, seperti nasi goreng ataupun ketoprak. "Kan belum ada, rumah makan yang khusus nasi goreng," ujar dia

Agar bisnis kuliner dapat bersaing dengan asing, Lucky mengatakan dibutuhkan dukungan pemerintah mulai dari pajak, kemudahan untuk mengimpor maupun penggunaan tenaga kerja lokal untuk masak Indonesia di berbagai negara.

Tanpa dukungan pemerintah, masakan Indonesia sulit untuk memiliki posisi sejajar dengan masakan asing. Seperti masakan Thailand dan Jepang yang telah memiliki bumbu baku sehingga kuliner negara tersebut mudah mengimplementasikan ke sejumlah tempat.

Di dalam negeri sejumlah bumbu, seperti bubuk kayu manis masih dijual dengan harga yang tergolong mahal. Efeknya harga jual makanan akan menjadi mahal.

Dengan adanya pengurangn pajak diharapkan bumbu bubuk dapat dibeli dengan harga yang lebih terjangkau. Sehingga, kuliner dalam negeri dapat dijual dengan harga sesuai kantong masyarakat pada umumnya.

ICA berkomitmen memperkenalkan masakan Indonesia di negerinya sendiri. Untuk itu, mereka bekerja sama dengan sekolahan untuk menciptakan profesional muda. Di sisi lain, mereka telah memberikan sertifikasi profesi yang dikeluarkan BNSP.

Lucky mendorong anggota ICA untuk membuka usaha sendiri. Namun sebelumnya, mereka didorong untuk bekerja di industri. "Supaya tahu tantangan di dunia industri, setelah itu baru membuka usaha sendiri," ujar dia.

Hingga saat ini, ICA yang berusia 12 tahun beranggota 6000 an orang chef dari seluruh Nusantara. Sedangkan, anggota yang aktif sebanyak 4000 an orang. din/E-6

Baca Juga: