Salah satu kendala bagi saksi kejahatan adalah meng­ingat wajah pelaku untuk membantu penyidik mendapatkan perkiraan wajah tersangka. Teknologi wajah tiga dimensi membantu saksi memanipulasi objek secara mudah guna mendapatkan wajah yang cocok.

Salah satu masalah yang sering dialami saksi kejahatan adalah kesulitan dalam mengidentifikasi pelaku. Jika mereka diarahkan pada gambar yang salah oleh penyidik maka hal ini dapat mengarah pada kesalahan menentukan terduga atau juga tersangka.

Salah menentukan orang dapat menghancurkan kehidupan orang tidak bersalah. Ini terbukti banyak orang dihukum meski tidak pernah melakukan tindak kejahatan, sehingga penyidik perlu berhati-hati dalam mendengarkan keterangan saksi.

Seorang profesor peradilan pidana di University of New Haven, John DeCarlo, mengatakan ketika berada di pihak kepolisian, saksi umumnya mengalami tekanan saat harus mengingat peristiwa yang telah berlalu. Jika penyidik memaksa saksi menentukan wajah pelaku bisa berakhir pada hasil identifikasi yang salah.

"Kami biasanya melihat kejahatan terjadi sekali, sangat cepat, di bawah kondisi stres emosional dan tidak ramah lingkungan yang membuat identifikasi saksi mata mungkin merupakan bentuk identifikasi terburuk," kata DeCarlo seperti dikutip Scientific American edisi Selasa (10/8) lalu.

Dalam proses penyidikan biasanya para saksi mata sering diminta untuk memilih wajah yang mereka ingat dari sekelompok calon tersangka. Saksi secara tradisional diminta melihat barisan orang yang berdiri dari balik kaca satu arah atau deretan foto dua dimensi.

Sejauh ini foto dua dimensi kurang akurat untuk membantu saksi menemukan tersangka. Agar akurasinya meningkat, sebuah studi terbaru yang dipimpin oleh profesor psikologi forensik di University of Birmingham, Inggris, Heather Flowe, memanfaatkan teknologi gambar virtual tiga dimensi.

Pada penelitian yang dinamakan Innocence Project, saksi dapat menggerakkan tetikus (mouse) agar bebas mengeksplorasi foto-foto wajah. "Kami telah mengembangkan prosedur interaktif baru yang memungkinkan saksi untuk memutar wajah ke posisi apapun yang diinginkan," kata Flowe. "Membiarkan saksi meneliti wajah dengan caranya sendiri, mungkin bisa membantu ingatannya," imbuh dia.

Rentan Kesalahan
Menurut Flowe, identifikasi saksi mata selama ini rentan terhadap kesalahan. Masalah ini dapat menyebabkan orang tidak bersalah dihukum, atau berakhir pada penghentian kasus tanpa menemukan atau menangkap individu yang sebenarnya bersalah.

Flowe mengatakan terdapat 69 kasus kesalahan identifikasi oleh saksi mata di Inggris, menyebabkan orang-orang yang tidak bersalah mendapat hukuman. Melalui berbagai bukti baru termasuk DNA, mereka kemudian dibebaskan.

Para peneliti telah mencoba selama beberapa dekade untuk memahami teknik mana yang dapat meningkatkan akurasi saksi mata. Beberapa penyesuaian prosedur dilakukan namun hanya memiliki sedikit dampak, sehingga Flowe bersama tim berpikir teknologi digital mungkin dapat membantu.

"Adakah kemajuan teknologi yang relatif murah menurut kemampuan seseorang saat ini, untuk mengambil gambar berkualitas tinggi pada kamera ponsel sederhana dan kemudian mengubahnya menjadi objek 3D dengan hanya menggunakan ponsel mereka?" ujar dia setengah bertanya.

Rekan penulisnya asisten profesor psikologi forensik di University of Birmingham, Melissa Colloff, prioritas mereka saat ini adalah terus bereksperimen dan menganalisis data yang telah mereka kumpulkan, dan juga pengujian dalam kasus nyata.

"Mari kita lihat apakah kita dapat membuat beberapa perubahan terjadi, terutama di yurisdiksi di AS yang adalah negara pengguna awal teknik identifikasi ini," pungkas Colloff.

Baca Juga: