DALIAN - Para partisipan di Pertemuan Tahunan ke-15 untuk para Juara Baru (New Champion) atau yang dikenal sebagai Forum Davos Musim Panas 2024, menyerukan peningkatan kolaborasi internasional untuk mengatasi tantangan transisi energi dan perubahan iklim.

Dikutip dari Antara, utusan khusus Tiongkok untuk perubahan iklim, Liu Zhenmin, menekankan perlunya meningkatkan kerja sama serta menghindari tindakan proteksionisme guna memfasilitasi transisi energi dan memerangi perubahan iklim.

Kerja sama global dan regional diperlukan dalam upaya ini pada sebuah diskusi panel yang diadakan dalam pertemuan yang berlangsung selama tiga hari di Kota Dalian, Tiongkok timur laut, Selasa (25/6).

Liu mengakui negara-negara Asia, yang memiliki porsi terbesar dalam konsumsi batu bara global, menghadapi tantangan besar dalam melakukan transisi ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan.

Liu membantah tuduhan Barat mengenai kelebihan kapasitas di sektor energi ramah lingkungan Tiongkok, dan justru menyoroti tingginya permintaan global terhadap produk-produk energi terbarukan.

"Kita harus terus mendorong dan mendukung perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan kapasitas dan memproduksi lebih banyak produk," kata Liu.

Dia menambahkan sektor manufaktur Tiongkok berkontribusi pada penurunan harga produk surya dan bayu global.

Perangi Krisis Iklim

Guna memenuhi komitmen karbon ganda Tiongkok dan membantu memerangi krisis iklim, negara tersebut dengan giat mengembangkan dan membangun sektor energi barunya. Tiongkok selama bertahun-tahun menjadi pasar terbesar dunia untuk kendaraan energi baru.

Tiongkok menjadi pemasok utama untuk peralatan pembangkit tenaga bayu dan surya maupun baterai listrik. Negara tersebut menurunkan biaya energi terbarukan dan membantu beberapa negara lain mendapatkan energi yang bersih, andal, dan lebih terjangkau, serta menyediakan 50 persen peralatan pembangkit tenaga bayu dunia dan 80 persen peralatan pembangkit tenaga surya global.

Sudut pandang Liu diamini oleh Kim Sang-hyup, salah satu ketua Komisi Kepresidenan Korea Selatan untuk Netralitas Karbon dan Pertumbuhan Hijau. Kim menyoroti potensi kerja sama antara Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan dalam mengembangkan ekosistem industri yang ramah lingkungan.

"Memperbanyak dialog kerja sama juga diperlukan karena kerja sama tersebut harus diperluas ke belahan dunia lain, termasuk negara-negara Association of Southeast Asian Nations (Asean) dan Afrika," kata Kim.

Baca Juga: