Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan, Niken Wastu Palupi, mengatakan, fortifikasi pangan penting mencegah masalah gizi. Fortifikazi pangan merupakan penambahan satu atau lebih zat gizi esensial untuk memperbaiki mutu makanan suatu golongan penduduk sehingga terjamin terpenuhinya kebutuhan gizi minimal.
JAKARTA - Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan, Niken Wastu Palupi, mengatakan, fortifikasi pangan penting mencegah masalah gizi. Fortifikazi pangan merupakan penambahan satu atau lebih zat gizi esensial untuk memperbaiki mutu makanan suatu golongan penduduk sehingga terjamin terpenuhinya kebutuhan gizi minimal.
"Pemerintah Indonesia melaksanakan program fortifikasi pangan sebagai salah satu intervensi prioritas untuk mengatasi defisiensi vitamin dan mineral di masyarakat," ujar Niken, dalam Diskusi Pembelajaran dan Kolaborasi Antar Negara-negara Selatan terkait Fortifikasi Pangan Skala Besar di Jakarta, Selasa (15/10).
Dia menjelaskan, kekurangan zat gizi mikro merupakan penyebab terbesar kedua kematian anak balita di Indonesia. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berupaya mengatasinya melalui transformasi kesehatan di pilar layanan primer.
"Keterjangkauan fasilitas, infrastruktur, pengobatan, dan peralatan medis serta meningkatkan layanan primer dan rujukan perlu dikuatkan," jelasnya.
Dia menjelaskan, Indonesia telah menerapkan fortifikasi wajib pada garam, tepung terigu, dan minyak goreng. Dalam 20 tahun terakhir, kesehatan masyarakat di Indonesia telah mengalami peningkatan yang signifikan.
Meski demikian, lanjut Niken, defisiensi zat gizi mikro masih menjadi masalah yang terus terjadi. Saat ini, data terkait status zat gizi mikro di Indonesia masih sangat terbatas.
"Pada 1990-an, Indonesia mencatat rekor defisiensi yodium yang tinggi. Hingga saat ini, kasus anemia, terutama pada ibu hamil, masih menjadi masalah yang cukup serius," terangnya.
Director of Nutrition Bill and Melinda Gates Foundation Meetu Kapur menyatakan, secara global, negara-negara Selatan memiliki regulasi terkait fortifikasi pangan. Namun, menurutnya, masih banyak yang perlu dilakukan untuk meningkatkan akses terhadap pangan berkualitas.
Dia menekankan, keberhasilan fortifikasi pangan bergantung pada penentuan prioritas melalui implementasi kebijakan. Selain itu pendanaan atas keterlibatan pemangku kepentingan dan peningkatan kapasitas juga penting.
"Negara-negara di Selatan mempunyai tantangan malnutrisi yang serupa, di antaranya defisiensi mikronutrien dan kelebihan mikronutrien," tuturnya.