JAKARTA - Lembaga pemeringkat global, Fitch Ratings (Fitch) selama semester I-2020. menurunkan peringkat utang atau sovereign credit rating 33 entitas termasuk negara. Selain itu, juga menurunkan prospek (outlook) kredit atas 40 negara dari stabil menjadi negatif. Perusahaan pemeringkat global yang berbasis di New York, Amerika Serikat (AS), itu menyebutkan pemangkasan dan penurunan prospek itu belum berakhir karena pandemi Covid-19 masih menghantui keuangan pemerintah.

Kepala Global Fitch, James McCormack, mengatakan pihaknya telah menempatkan peringkat kredit dari 40 negara atau entitas berdaulat dengan prospek negatif yang berarti peringkatnya berpotensi diturunkan.

"Kami tidak pernah melakukan pemangkasan rating sebanyak ini dalam sejarah Fitch Ratings, dengan 40 negara memiliki prospek negatif pada periode yang sama," katanya dalam program "Capital Connection" di CNBC International, Jumat (3/7).

"Itu terjadi setelah kita menurunkan peringkat pada paruh pertama tahun ini, sebanyak 33 sovereign atau negara. Kami tidak pernah menurunkan peringkat 33 negara dalam tahun tertentu, jadi kami sudah melakukannya dalam periode setengah tahun," tambahnya.

Negara yang sovereign credit rating-nya telah diturunkan oleh Fitch yaitu Inggris dan Hong Kong. Data siaran pers Fitch juga menjelaskan beberapa penurunan peringkat, misalnya Fitch memangkas rating empat bank di Kosta Rika, peringkat Meksiko, dan empat bank di Italia.

Mengacu dokumen bertajuk "Sovereign Credit Ratings and Their Determination by the Rating Agencies", disebutkan sovereign credit rating adalah penilaian independen atas kelayakan kredit suatu negara atau entitas berdaulat tertentu. Secara umum, ditujukan bagi para entitas penerbit utang, apakah negara, daerah otonom, otoritas lokal, lembaga internasional tertentu, atau perusahaan.

Berpotensi Terganggu

Lebih lanjut, McCormack menjelaskan bahwa di tengah pandemi ini, pemerintah di banyak negara meningkatkan anggaran pengeluaran mereka untuk mengatasi kejatuhan ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19.

Tingginya alokasi anggaran itu diperkirakan akan menyebabkan posisi keuangan 119 negara yang menjadi penilaian Fitch berpotensi terganggu. Dampaknya bisa berupa defisit anggaran yang lebih besar atau surplus yang lebih kecil dalam anggaran pemerintah. Efek lainnya yang tak terhindarkan ialah peningkatan utang negara.

Ekonom Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Ahmad Ma'ruf, mengatakan kerentanan atas risiko utang melanda semua negara termasuk Indonesia. Apalagi, Bank Dunia dan IMF sudah memperkirakan semua negara mengalami kontraksi ekonomi, bahkan secara global pun bisa minus sehingga implikasinya pada risiko kredit.

Namun demikian, dia yakin dengan obligasi Indonesia masih memiliki spread (selisih) yang positif. Apalagi Indonesia belum pernah gagal bayar atau default dalam pembayaran utang. "Saya optimistis, tapi semua negara pasti turun daya tahannya atas risiko utang dan itu bisa terjadi di Indonesia," katanya.

Menurut Ma'ruf, saat ini siapa yang bisa menjamin indikator kinerja kredit itu aman. Dalam tekanan komersial saja mayoritas meminta restrukturisasi. Ini mengindikasikan bahwa ada kerentanan di dalam sektor moneter.

Fitch, dalam laporan Mei, juga memperingatkan bahwa potensi gagal bayar atau default pemerintah dapat mencapai rekor tahun ini karena pandemi Covid-19 dan dampak pelemahan harga minyak. Dalam laporannya, Fitch menyatakan, Argentina, Ekuador, dan Lebanon telah mengalami gagal bayar utangnya tahun ini.

Beberapa negara dengan prospek yang diturunkan negatif di antaranya Uganda (rating B+), Namibia (BB), Ethiopia (B), India (BBB-), Nikaragua (B-), Spanyol (A-), dan Laos (B). yni/CNBC/E-9

Baca Juga: