Potensi besar ekonomi digital di Indonesia menjadi sasaran empuk bagi industri fintech global, termasuk perusahaan yang tak terdaftar alias ilegal.

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Pengelolaan Investasi (Satgas Waspada Investasi) telah menghentikan 231 perusahaan layanan finansial berbasis teknologi (tekfin) atau financial technology (fintech) sepanjang tahun ini.

Mayoritas fintech ilegal asing berasal dari Tiongkok, Russia, dan Korea Selatan (Korsel). Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam L Tobing, di Jakarta, Rabu (13/2), mengatakan pihaknya sudah meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memblokir aplikasi dan segala bentuk layanan dari 231 tekfin ilegal tersebut.

Selain itu, Satgas juga sudah meminta Bank Indonesia (BI) melarang perusahaan jasa sistem pembayaran untuk bekerja sama dengan tekfin ilegal tersebut. "Kita juga meminta perbankan untuk menolak pembukaan rekening dari aktivitas tekfin iegal serta memeriksa rekening yang sudah ada (existing), jika disusupi kegiatan tekfin ilegal," ujar Tongam.

Dari total fintech ilegal yang dihentikan selama kurun Januari-Februari 2019 tersebut, 10 persen di antaranya atau 23 perusahaan berasal dari Tiongkok. "Ada lagi dari Russia, Korea Selatan. China kebanyakan," ujar Tongam. Dengan pembokliran pada awal 2019, maka total sudah 635 perusahaan tekfin ilegal yang sudah dihentikan tim Satgas Waspada Investasi sejak beberapa tahun terakhir.

Meski demikian, Tongam tetap mengimbau kepada masyarakat agar tidak bekerja sama dengan perusahaan tekfin ilegal. Jika masyarakat ingin bekerja sama dengan perusahaan tekfin, masyarakat dapat membuka situs resmi OJK untuk melihat daftar 99 perusahaan tekfin terdaftar di OJK.

Selain itu, masyarakat juga dapat menghubungi kontak layanan konsumen di nomor telepon 157 untuk melihat daftar tekfin legal dan tata cara berkegiatan yang aman dengan tekfin. "Kalau di tekfin legal, tidak akan ada intimidasi. Kami larang perusahaan tekfin yang intimidasi, meminta akses ke seluruh kontak, meminta akses foto galeri di telepon genggam konsumen. Jika melanggar, kami akan sanksi," ujar Tongam.

Selain itu, tekfin legal juga diharuskan transparan mengenai segala macam biaya dan besaran bunga terhadap konsumen sebelum menawarkan kesepakatan kerja sama dengan konsumen. "Kalau tekfin yang bunganya tinggi sekali itu pasti ilegal. Karena Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) sudah memiliki kode berperilaku di pasar (code of conduct) untuk anggotanya," ujar dia.

Berkembang Pesat

Seperti diketahui, perkembangan fintech diperkirakan meningkat pesat di kawasan Asia, termasuk Indonesia. Selain geografis, faktor demografi juga berperan penting memacu perkembangan fintech di Tanah Air. "Ada masyarakat baru yang didorong oleh kelompok kelas menengah yang dinamis dan demokratis.

Mereka memandang ekonomi digital sebagai sesuatu yang tak terhindarkan layaknya evolusi," kata Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara, beberapa waktu lalu.

mad/Ant/E-10

Baca Juga: