Filipina dan Vietnam akan menandatangani nota kesepahaman tentang kerja sama bilateral antara pasukan penjaga pantai dan langkah ini berisiko akan menimbulkan kemarahan Tiongkok.

MANILA - Filipina dan Vietnam akan menyepakati peningkatan kerja sama penjaga pantai selama kunjungan Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr, ke Hanoi pekan depan. Hal ini merupakan sebuah langkah yang berisiko membuat marah Tiongkok.

Kedua negara Asia tenggara ini mempunyai klaim yang bersaing atas sebagian besar wilayah Laut Tiongkok Selatan (LTS), sebuah jalur perairan penting untuk penangkapan ikan dan perdagangan global yang hampir seluruhnya diklaim oleh Tiongkok.

"Kedua negara akan menandatangani nota kesepahaman mengenai kerja sama antara pasukan penjaga pantai bilateral," kata Penjaga Pantai Filipina pada Kamis (25/1).

Tidak jelas apa isi perjanjian tersebut, namun kerja sama penjaga pantai sangat penting untuk mengurangi risiko bentrokan antara kapal penangkap ikan yang melanggar batas perairan asing, sebuah langkah yang dapat membantu meredakan sengketa wilayah bilateral.

Tiongkok, dengan klaimnya yang luas atas LTS, cenderung memandang kemajuan dalam penyelesaian sengketa perbatasan di antara negara-negara pengklaim lainnya dengan sikap skeptis.

Setelah Vietnam dan Indonesia mengakui batas-batas zona ekonomi eksklusif masing-masing di LTS pada Desember 2022 lalu, pasukan penjaga pantai Tiongkok berulang kali berlayar mendekati wilayah strategis tersebut, sehingga memicu reaksi kemarahan dari Jakarta dan Hanoi.

Namun, tanggapan Tiongkok bisa saja tidak terdengar dalam kasus ini karena kesepakatan tersebut bukan tentang pengakuan klaim maritim, kata Phan Xuan Dung, peneliti Vietnam di lembaga pemikir ISEAS yang berbasis di Singapura.

"Presiden Marcos Jr rencananya akan bertemu dengan para pemimpin Vietnam dalam kunjungan dua hari yang dimulai pada 29 Januari," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Vietnam pada Kamis, seraya menegaskan bahwa Filipina dan Vietnam memiliki hubungan dekat di berbagai bidang termasuk pertahanan dan keamanan.

Pada November lalu, Presiden Marcos Jr mengatakan Filipina mendekati Vietnam dan negara-negara tetangga lainnya untuk membahas kode etik terpisah di LTS, sebuah langkah lain yang akan membuat marah Tiongkok, yang telah mempromosikan pakta regional yang lebih luas selama bertahun-tahun namun tidak membuahkan hasil.

Bantah Klaim Hanoi

Sebelumnya pada Rabu (24/1), Kementerian Luar Negeri Tiongkok mengatakan bahwa klaim Tiongkok atas Kepulauan Paracel dan Spratly di LTS didukung oleh sejarah setelah Vietnam pada akhir pekan lalu mengulangi bahwa mereka memiliki cukup bukti untuk mengklaim kedaulatan atas pulau-pulau tersebut.

"Vietnam mempunyai dasar hukum penuh dan bukti sejarah yang cukup untuk menegaskan kedaulatannya atas dua rangkaian pulau tersebut," kata Kementerian Luar Negeri Vietnam pada Sabtu (20/1) lalu ketika menanggapi pertanyaan media mengenai "invasi" Tiongkok ke Kepulauan Paracel pada 1974.

"Kedaulatan Vietnam atas kepulauan itu telah ditetapkan setidaknya sejak abad ke-17 sesuai dengan hukum internasional dan dilaksanakan secara damai, berkelanjutan dan bersifat publik oleh negara-negara Vietnam secara berturut-turut," kata kementerian itu.

Namun Kementerian Luar Negeri Tiongkok mengatakan klaim Tiongkok didukung sepenuhnya oleh sejarah dan yurisprudensi. "Tiongkok adalah pihak pertama yang menemukan, memberi nama, mengembangkan dan mengelola pulau-pulau dan kepulauan ini, dan terus menjalankan yurisdiksi kedaulatan atas kepulauan tersebut," kata Wang Wenbin, juru bicara Kemlu Tiongkok.ST/I-1

Baca Juga: