MANILA - Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, memutuskan untuk kembali menunda mengeluarkan putusan apakah akan membatalkan pakta militer penting dengan Amerika Serikat (AS) selama enam bulan lagi. Masalah penundaan itu diutarakan oleh Menteri Luar Negeri Teodoro Locsin Jr pada Senin (14/6) di tengah ketegangan baru antara Manila dan Beijing atas perairan Laut Tiongkok Selatan (LTS) yang dipersengketakan.

Pengumuman penundaan oleh Manila ini merupakan yang ketiga kalinya sejak Januari 2020. Isinya menyatakan bahwa Filipina akan menarik diri dari kesepakatan bilateral soal kunjungan pasukan (Visiting Forces Agreement/VFA). Penundaan pengumuman oleh Manila dilakukan setelah Filipina mengajukan protes diplomatik setiap hari pada Beijing sejak April lalu atas kehadiran kapal-kapal Tiongkok di zona ekonomi eksklusif Filipina.

"Saya baru saja tiba dari pertemuan dengan presiden dan Duta Besar Filipina untuk AS, Jose Romualdez, yang membahas tentang VFA," kata Menlu Locsin. "Presiden menyampaikan kepada kami keputusannya untuk memperpanjang penangguhan pembatalan perjanjian VFA untuk enam bulan lagi sementara dia (Presiden Duterte) mempelajarinya, dan kedua belah pihak selanjutnya bisa membahas aspek-aspek kepentingan tertentu dari perjanjian itu," imbuh Menlu Filipina itu tanpa merinci apa aspek-aspek tertentu itu.

Sementara itu seorang juru bicara di pemerintahan di Manila mengemukakan bahwa Kantor Kementerian Luar Negeri Filipina sedang menunggu petunjuk dari istana (kepresidenan) tentang aspek-aspek tertentu yang ingin dicermati oleh Presiden Duterte.

Sedangkan Kementerian Pertahanan Filipina mengatakan sepenuhnya mendukung keputusan presiden untuk menunda keputusannya tentang VFA selama enam bulan lagi. "Kerja sama bilateral kami dengan AS diarahkan untuk menegakkan kepentingan nasional kami dan sejauh yang diperlukan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan Filipina," kata Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana dalam sebuah pernyataan.

"Dengan tambahan enam bulan, kami akan meninjau lebih lanjut pro dan kontra dari VFA terutama mengenai berbagai kepentingannya bagi kedua negara," imbuh dia.

Sementara itu dari Washington DC, Kementerian Luar Negeri AS tidak segera menanggapi permintaan komentar terkait pengumuman penundaan VFA oleh Filipina itu.

Ancaman Duterte

Pada Januari tahun lalu, Presiden Filipina pertama kali mengancam akan mengakhiri VFA setelah AS mencabut visa Senator Ronald dela Rosa, mantan kepala polisi nasionalnya yang memimpin perang kontroversial yang dicanangkan oleh pemerintahan Duterte terhadap obat-obatan terlarang.

Terakhir kali Filipina menunda keputusan pakta itu pada November 2020, ketika Manila mengatakan bahwa upaya bilateral dengan AS telah membawa "pembaruan stabilitas" di LTS.

Kemudian pada Desember 2020, Presiden Duterte memperingatkan bahwa dia akan membatalkan pakta tersebut jika perusahaan raksasa farmasi Amerika, Pfizer, tidak mengirimkan setidaknya 20 juta dosis vaksin ke Filipina untuk membantunya memerangi pandemi virus korona. Hingga pekan lalu, Filipina baru memperoleh sekitar 2,4 juta dosis vaksin buatan Pfizer.

Analis mengatakan akan tidak bijaksana bagi Manila untuk melemahkan aliansinya dengan Washington DC di tengah meningkatnya agresivitas Tiongkok di wilayah maritim yang diperebutkan.BenarNews/I-1

Baca Juga: