Manila membantah adanya kesepakatan dengan Beijing terkait Second ­Thomas Shoal di LTS dan menyebut hal itu sebagai bagian dari propaganda Tiongkok untuk mengalihkan perhatian warga Filipina.

MANILA - Filipina pada Sabtu (27/4) membantah klaim Tiongkok bahwa kedua negara telah mencapai dua kesepakatan mengenai meningkatnya sengketa maritim di Laut Tiongkok Selatan (LTS). Manila menyebut klaim tersebut sebagai propaganda Beijing.

Sebelumnya seorang juru bicara di Kedutaan Besar Tiongkok di Manila pada 18 April lalu mengatakan bahwa kedua negara sepakat pada awal tahun ini mengenai model baru dalam mengelola ketegangan di Second Thomas Shoal (Ayungin Shoal) yang merupakan bagian dari Kepulauan Spratly di LTS, tanpa menjelaskan lebih lanjut.

Menteri Pertahanan Filipina, Gilberto Teodoro, dalam sebuah pernyataan pada Sabtu (27/4) mengatakan bahwa kementeriannya tidak mengetahui atau merupakan pihak dalam perjanjian internal apapun dengan Tiongkok sejak Presiden Ferdinand Marcos Jr menjabat pada 2022. Ia menegaskan pejabat Kementerian Pertahanan Filipina belum berbicara dengan pejabat Tiongkok mana pun sejak tahun lalu.

"Klaim pejabat Beijing soal kesepakatan untuk meredakan ketegangan di wilayah sengketa merupakan bagian dari propaganda Tiongkok dalam upaya mengalihkan perhatian warga Filipina dari masalah sesungguhnya dan bisa meningkatkan ketegangan di Laut Filipina Barat (LTS), perairan dimana Beijing tak menghormati UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Seas), padahal Tiongkok itu termasuk sebagai negara penandatangan konvensi internasional itu," ucap Menhan Teodoro seperti dilansir kantor beritaPhilippine News Agency(PNA).

"Kami tak akan pernah membuat kesepakatan yang merugikan kedaulatan dan hak kami sebagaimana tertuang dalam UNCLOS seperti ditegaskan pada keputusan arbitrasi pada 2016," imbuh dia.

Terkait hal ini, pihak Kedutaan Besar Tiongkok di Manila tidak segera menanggapi permintaan komentar terkait pernyataan Teodoro itu.

Propaganda

Tiongkok dan Filipina dalam beberapa bulan terakhir terlibat konflik terkait Second Thomas Shoal. Menurut Filipina, terumbu karang tersebut berada dalam zona ekonomi eksklusifnya, tetapi Tiongkok juga mengklaimnya.

Filipina menuduh Tiongkok menghalangi manuvernya dan menembakkan meriam air ke kapal-kapalnya untuk mengganggu misi pasokan kepada tentara Filipina yang ditempatkan di kapal angkatan laut usang yang sengaja dikandas Manila pada 1999 untuk memperkuat klaim maritimnya.

Tiongkok mengklaim sebagian besar LTS yang menjadi jalur perdagangan kapal dengan nilai lebih dari 3 triliun dollar AS setiap tahunnya. Klaim tersebut tidak sejalan dengan klaim yang diajukan oleh Filipina dan empat negara lainnya.

Pada 2016, Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag menyatakan bahwa klaim Tiongkok tidak memiliki dasar hukum. Namun Beijing menolak keputusan tersebut.

Dalam pernyataannya, Menhan Teodoro menggambarkan klaim Tiongkok atas perjanjian bilateral sebagai bagian dari propaganda Beijing.

Ia pun kemudian menegaskan Filipina tidak akan pernah menandatangani perjanjian apapun yang akan mengorbankan klaimnya di wilayah perairan tersebut.

"Narasi yang disebarkan oleh pejabat Tiongkok yang tidak disebutkan namanya atau tidak disebutkan namanya adalah upaya sembrono lainnya untuk menyebarkan kebohongan," tutur dia. ST/PNA/I-1

Baca Juga: