Filipina menyatakan tak akan mengambil opsi perang dengan Tiongkok terkait pembangunan infrastruktur militer di perairan sengketa di LTS.

MANILA - Pemerintah Filipina pada Senin (5/2) malam menyatakan bahwa perang bukanlah opsi bagi menyelesaikan sengketa teritorial dengan Tiongkok. Pernyataan Manila itu dikeluarkan setelah muncul kritik atas laporan terbaru bahwa Beijing tetap melanjutkan pembangunan militer di wilayah sengketa Laut Tiongkok Selatan (LTS) dimana Mahkamah Arbitrasi Internasional telah menyatakan kawasan sengketa itu milik Filipina.

"Kami tahu pembangunan militer Tiongkok di tujuh terumbu karang yang dipersengketakan dan negara kami akan mengandalkan prinsip itikad baik bahwa Beijing tak akan mengklaim kepemilikian atas pulau-pulau reklamasi yang baru," demikian pernyataan kantor Kepresidenan Filipina.

Sebuah laporan berita yang ditulis surat kabar Filipina, Inquirer, edisi Senin lalu menyatakan Tiongkok sedikit lagi merampungkan transformasi terumbu karang menjadi benteng-benteng pulau buatan, menyelesaikan infrastruktur militer seperti pelabuhan dan bandara militer, termasuk di dalamnya landasan pesawat dan helikopter.

Dalam penulisan beritanya, Inquirer menyertakan foto-foto fasilitas kubah radar, mercu suar, dan hangar diatas lahan seluas puluhan ribu meter per segi. Salah satu infrastruktur militer Tiongkok itu berada di kepulauan terumbu karang Mischief yang masuk dalam zona ekonomi ekslusif Filipina seperti ditetapkan oleh Mahkamah Arbitrasi di Den Haag, Belanda.

Menurut juru bicara Presiden Rodrigo Duterte, Harry Roque, langkah militerisasi Tiongkok di LTS tak terjadi saat pemerintahan Duterte, namun telah lama terjadi. "Kepulauan (Mischief) telah kami klaim saat era pemerintahan Filipina sebelumnya," kata Roque, sembari menambahkan bahwa Tiongkok pada akhirnya akan menggunakan pulau-pulau buatan itu sebagai pangkalan militer.

"Kami tak mau menyatakan perang, bukan karena hal itu ilegal namun juga karena mustahil untuk menyatakan perang untuk saat ini," imbuh Roque.

Presiden Duterte yang saat ini ingin memperbaiki hubungan dengan Tiongkok, tak lagi memprioritaskan putusan Mahkamah Arbitrasi Internasional dan telah menyatakan tak akan memaksakan apapun pada Tiongkok. Saat kunjungannya ke Tiongkok beberapa bulan setelah pelantikannya sebagai Presiden Filipina, Duterte menyatakan siap menyesuaikan diri dengan arus ideologi Tiongkok.

Sebagai imbalannya, Beijing menyatakan pada Duterte tak akan ada lagi perluasan pembangunan di LTS dan berjanji akan menggelontorkan miliaran dollar bagi pinjaman dan investasi di Filipina.

Larangan Eksplorasi

Masih terkait dengan kebijakan Filipina atas LTS, Presiden Duterte pada Selasa (6/1) mengumumkan larangan seluruh eksplorasi sains asing di seluruh dataran tinggi bawah laut yang diklaim milik Filipina. Larangan ini dikeluarkan setelah peneliti Tiongkok merampungkan riset di lokasi perairan tersebut.

"Presiden Duterte mengeluarkan larangan itu saat pertemuan kabinet pada Senin. Hanya warga Filipina yang diperbolehkan melakukan riset sains dan mengekslorasi sumber daya alam di dataran tinggi baah laut Filipina," kata Roque.

Dengan putusan itu, maka Manila mencabut 26 izin riset yang dikeluarkan bagi Amerika Serikat, Jepang dan sebuah organisasi di Korea Selatan.

Menteri Pertanian Emmanuel Pinol dalam pernyataannya mengatakan bahwa Presiden Duterte telah memerintahkan Angkalan Laut Filipina untuk mengusir setiap kapal nelayan asing atau kapal asing yang ingin melakukan riset di area laut tersebut.AlJazeera/SCMP/AFP/I-1

Baca Juga: