MANILA - Mantan Presiden Filipina, Benigno "Noynoy" Aquino III, telah wafat pada Kamis (24/6) di usianya yang ke-61 tahun akibat derita gagal ginjal.

Aquino, yang menjabat sebagai Presiden Filipina pada periode 2010 hingga 2016, adalah anak laki-laki satu-satunya dari pasangan mendiang mantan Presiden Corazon "Cory" Aquino dan suaminya yang terbunuh, Senator Benigno "Ninoy" Aquino, dimana keduanya dihormati karena memimpin perjuangan demi bisa memulihkan demokrasi di negara kepulauan itu.

Juru bicara Presiden Rodrigo Duterte mengumumkan kematian Aquino beberapa jam setelah media lokal melaporkan mantan presiden itu dilarikan ke rumah sakit di Manila. "Kami bersimpati dan berbela sungkawa terhadap keluarga dan orang-orang terkasih dari mantan presiden Benigno Simeon Cojuangco 'Noynoy' Aquino III," kata juru bicara kepresidenan, Harry Roque. "Kami berterima kasih kepada mantan presiden atas kontribusi dan jasanya kepada negara," imbuh dia.

Selain menderita gagal ginjal, Aquino juga diketahui menderita diabetes. Sampai akhir hayatnya, Aquino hidup melajang meskipun ia diketahui memiliki hubungan dengan sejumlah perempuan.

Ungkapan duka cita pun dicuitkan oleh Menteri Luar Negeri Teodoro Locsin. "Aquino berani menghadapi serangan bersenjata, terluka dalam baku tembak, acuh tak acuh terhadap kekuasaan dan perangkapnya, dan memerintah negara kita dengan sikap dingin yang membingungkan dan semua itu karena dia pintar menyembunyikan perasaannya dengan sangat baik sehingga kerap dianggap tidak peka," tulis Menlu Locsin.

Cuitan Locsin itu mengacu pada sebuah peluru masih bersarang di leher dari lima tembakan yang mengenai Aquino ketika tentara pemberontak menyerang istana presiden pada 1987 dalam upaya kudeta terhadap ibundanya.

Kampanye Antikorupsi

Sebelum digantikan oleh Rodrigo Duterte pada 2016, Aquino dikenal kerap mengobarkan kampanye antikorupsi demi memperjuangkan reformasi ekonomi di negaranya.

Tidak seperti Duterte, Aquino memprioritaskan perjuangan agenda kebijakan luar negeri Filipina untuk menghadapi Tiongkok dalam sengketa Laut Tiongkok Selatan (LTS).

Atas perjuangannya, Aquino berhasil mengajukan kasus sengketa teritorial itu di mahkamah internasional yang didukung PBB untuk menantang klaim Beijing atas kepemilikan sebagian besar wilayah LTS, dimana pada akhirnya Filipina berhasil memenangkan perkara sengketa itu, walau kemudian Beijing bersikeras menolak putusan mahkamah internasional itu. AFP/I-1

Baca Juga: