Manila menyatakan bahwa Tiongkok sekali lagi telah membesar-besarkan laporan bahwa kapal perang Filipina menyusup ke perairan sengketa di LTS dan menciptakan ketegangan yang tidak perlu antara kedua negara.

MANILA - Filipina untuk kedua kalinya pada bulan ini menyangkal laporan Tiongkok yang menyatakan bahwa kapal perangnya secara ilegal telah berlayar di dekat perairan Scarborough Shoal yang disengketakan di Laut Tiongkok Selatan (LTS).

Sebelumnya pada Senin (30/10), militer Tiongkok mengatakan bahwa pihaknya telah memantau dan memperingatkan kapal perang Filipina yang dituduh masuk tanpa izin ke perairan sekitar Scarborough Shoal.

Kolonel Senior Tian Junli, juru bicara Komando Armada Selatan Tiongkok, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa kapal fregat Filipina telah menyusup ke perairan yang berdekatan dengan dangkalan Huangyan Dao (Scarborough Shoal) tanpa persetujuan pemerintah Tiongkok.

Tian mengatakan bahwa angkatan laut dan udara dari komandonya telah melacak, memantau, memperingatkan, dan membatasi gerak kapal militer Filipina itu sesuai dengan hukum.

Pada Selasa (31/10), pihak berwenang Filipina menanggapi insiden tersebut dengan versi mereka sendiri. Penasihat Keamanan Nasional Filipina, Eduardo M Ano, mengatakan bahwa kapal perang Angkatan Laut Filipina, BRP Conrado Yap (PS-39), sedang melakukan operasi patroli rutin di sekitar Bajo de Masinloc (Scarborough Shoal) tanpa insiden yang tidak diinginkan.

"Tiongkok sekali lagi membesar-besarkan insiden ini dan menciptakan ketegangan yang tidak perlu antara kedua negara," kata Ano.

Ini adalah kedua kalinya dalam tiga pekan Tiongkok mengklaim bahwa Manila telah melanggar kedaulatan Tiongkok atas terumbu karang dan bahwa pasukan penegak hukum Tiongkok telah mengusir kapal-kapal Filipina. Pada kedua kesempatan tersebut, Filipina menolak klaim Tiongkok dan bersikeras bahwa berdasarkan hukum internasional, Filipina berhak melakukan patroli di wilayah tersebut.

Tiongkok merebut Scarborough Shoal setelah terjadi perselisihan dengan Filipina pada 2012 dan terus mempertahankan kendali atas wilayah tersebut sejak saat itu. Manila membawa Beijing ke pengadilan internasional atas klaimnya di LTS, termasuk pulau-pulau tersebut, dan menang, namun Tiongkok menolak untuk menerima keputusan tahun 2016 itu.

Uji Komitmen

Menanggapi perkembangan terbaru itu, seorang analis politik veteran yang berbasis di Canberra, Australia, Carlyle Thayer, menyatakan bahwa insiden seperti itu akan terulang kembali dengan frekuensi yang lebih tinggi.

"Tiongkok menganggap aktivitas kapal-kapal Filipina di dekat perairan dangkal tersebut merupakan pelanggaran kedaulatan Tiongkok dan akan selalu bereaksi keras," kata Thayer.

Sedanagkan pakar LTS lainnya, Hoang Viet dari Universitas Hukum Kota Ho Chi Minh, mengatakan bahwa pemulihan hubungan baru-baru ini antara Filipina dan Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Presiden Ferdinand Marcos Jr, juga berkontribusi terhadap peningkatan respons Tiongkok, apalagi pada Februari lalu, Manila memberi AS akses ke empat pangkalan militer lagi di negara tersebut.

"Tiongkok ingin memperingatkan negara-negara yang, menurut pendapatnya, berusaha mendekatkan diri ke AS," kata Viet. "Dengan insiden seperti ini, Beijing juga ingin menguji komitmen Washington DC di kawasan, terutama karena AS sedang terlibat dalam begitu banyak konflik dan krisis global," kata analis tersebut.

AS telah berulang kali menyatakan bahwa berdasarkan Perjanjian Pertahanan Bersama AS-Filipina tahun 1951, pihaknya akan membantu Filipina jika terjadi serangan bersenjata terhadap angkatan bersenjata, kapal umum, dan pesawat terbang Filipina, termasuk milik Penjaga Pantai Filipina, di mana pun di LTS.RFA/ST/I-1

Baca Juga: