JAKARTA-Pekerja Pertamina yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) menolak aksi korporasi melalui privatisasi PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) lewat Initial Public Offering (IPO).
Arie Gumilar, Presiden FSPPB menjelaskan, berdasarkan pencermatan terhadap konstelasi yang terjadi di Perusahaan pasca restrukturisasi/holdingisasi Pertamina yang mana FSPPB pernah menggugat aksi korporasi tersebut karena dinilai Pertamina akan keluar dari khitohnya dalam menjalankan penugasan negara untuk membcrikan sebesar-besar manfaat bagi rakyat Indonesia sebagaimana amanat UUD 1945 Pasal 33.
"Saat ini mulai terbukti telah terjadi proses privatisasi PT Pertamina Geothermal Energy yang dilakukan melalui aksi korporasi IPO atas kepemilikan negara melalui BUMN Pertamina di PGE oleh Pemerintah melalui Kementerian terkait, dimana patut diduga bahwa aksi korporasi tersebut tidak berlandaskan kajian yang prudent dan tanpa due dilligence yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga merugikan negara serta berpotensi adanya pelanggaran atas hukum yang cenderung menguntungkan sekelompok/golongan tertentu, bukan untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat umum," tegas Arie Gumilar di Jakarta, Senin (6/2)
Menambahkan itu, Sutrisno, Sekjen FSPPB, menyampaikan, PGE sebagai bagian dari afiliasi Pertamina, selama ini baik baik saja. PGE telah mencapai begitu banyak prestasi dan terus tumbuh sebagai salah satu perusahaan yang mengelola energi terbarukan serta menjadi masa depan elektrifikasi Indonesia di sektor hulu.
Negara Indonesia memiliki kurang lebih 40 persen cadangan geothermal dunia dengan potensi cadangan 25.4 Giga Watt (GW) atau setara dengan 25.4 miliar Watt yang menjadikan Indonesia sebagai negara pemilik cadangan terbesar di dunia atas sumber energi geothermal yang bersih, ramah lingkungan dan terbarukan sekaligus yang secara terus menerus disediakan oleh Tuhan melalui gunung-gunung api di seluruh wilayah Indonesia.
Sampai 2022 PGE memegang kuasa atas WKP panas bumi terbesar di Indonesia dengan total 13 wilayah kerja.
"Dengan kapasitas total PLTP di Indonesia sebesar 2.292 Mega Watt (MW), sebanyak 82 persen berdiri di WKP milik PGE baik dengan skema operasi sendiri ataupun Joint Operation Contract," jelas Sutrisno.
PGE mencatatkan kinerja positif sepanjang tahun, dan berbagai penghargaan juga terus diraih oleh PGE dengan tetap 100 persen milik Pertamina.
Penghargaan dimaksud diantaranya adalah meraih Proper Emas selama 12 tahun berturut-turut dari Kementrian Lingkungan Hidup & Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia.
Selain itu PT. PGE juga meraih Index ESG tertinggi dari 679 Perusahan utility dan renewable power production di seluruh dunia serta banyak penghargaan-penghargaan lainnya.
Dalam hal pendanaan investasi, PGE juga tidak pernah kesulitan mendapatkan mitra strategis dalam setiap proyek pengembangan bisnisnya termasuk sangat mudah dalam mendapatkan dana murah/ soft loan.
Faktanya saat ini PGE telah dan sedang bekerja sama dengan banyak pihak sebagai lender strategis dan mendapatkan bunga pinjaman lunak seperti World Bank dengan Fix Rate 0.5 persen per rahun selama 40 tahun plus Grace Priode 10 Tahun, JICA (Japan International Cooperation Agency) dengan Interest Rate sebesar 0.6 % per tahun untuk tranche ke-1 dan sebesar 0.01 persen per tahun fix rate di tranche ke 2 dengan tenor 40 tahun plus Grace Periode 10 tahun serta masih banyak lagi yang lainnya.
"FSPPB beserta seluruh konstituen sama sekali tidak menemukan urgensi dari rencana IPO selain untuk menjual aset kepada pihak swasta/Asing yang menguntungkan para pemburu rente yang nihil nasionalisme," kata Sutrisno.
Arie menambahkan, nilai yang diharapkan dari IPO dengan pelepasan saham kepemilikan 25 persen hanya berkisar 9,7 triliun rupiah.
"Hal ini dilakukan di tengah semua kemudahan, di tengah semua pencapaian berbagai prestasi PGE. Apalagi saat ini Pertamina sebagai holding dengan penguasaan di sektor hulu migas mencapai 65 persen serta semua upaya efisiensi dan optimasi bisnis di bawah kepemimpinan Ibu Nicke Widyawati dan di masa Kepemimpinan Presiden Jokowi sedang mengukir sejarah keuntungan tertinggi sepanjang sejarah dengan torehan laba tidak kurang dari 57 triliun di tahun 2022, bahkan di masa-masa pandemi dan krisis yang belum berakhir," ujar Arie.