Pakar penyakit terkemuka Anthony Fauci mengatakan bahwa AS saat ini masih berada pada gelombang awal wabah infeksi virus korona dan belum menunjukkan tren penurunan yang berarti.

WASHINGTON DC - Pakar penyakit menular utama Amerika Serikat (AS), Anthony Fauci, pada Senin (6/7) mengatakan bahwa AS saat ini masih berada pada gelombang awal wabah infeksi virus korona. Dalam penegasannya, Fauci pun menyerukan agar pemerintah segera bergerak cepat mengatasi lonjakan kasus yang baru saja terjadi, apalagi setelah muncul kekhawatiran pihak rumah sakit di wilayah AS bagian selatan dan barat bakal kewalahan menangani pasien.

"Angka kasus tak pernah mencapai batas bawah karena terus terjadi lonjakan baru-baru ini," kata Fauci dalam wawancara daring dengan direktur National Institutes of Health, Francis Collins. "Ini merupakan situasi yang serius dan patut kita selesaikan secepatnya," imbuh dia.

Dalam keterangannya, Fauci pun menambahkan bahwa lonjakan kasus virus korona yang sedang terjadi sebagai sebuah gelombang wabah infeksi karena trennya hingga saat ini masih belum menunjukkan penurunan yang berarti.

"Jika kita bandingkan dengan statistik di Eropa terutama Uni Eropa, terjadi lonjakan lalu penurunan dan sesekali terjadi lonjakan kecil karena mereka berupaya untuk melonggarkan lockdown (penutupan wilayah). Sedangkan yang terjadi di negara kita tak pernah menurun dan kini kita terus mengalami lonjakan," papar Fauci.

Saat menerangkan situasi wabah infeksi virus korona di negaranya, menurut penghitungan Johns Hopkins University, angka kematian akibat virus korona di AS telah mencapai 130 ribu dan angka kasus infeksi hampir mencapai 3 juta kasus.

Pemunculan kasus baru virus korona dilaporkan terjadi di sejumlah negara bagian di AS yang saat ini terpaksa harus menunda fase pembukaan kembali perekonomiannya. AS saat ini merupakan negara paling parah di dunia yang dilanda wabah virus korona dan sedang berupaya beradaptasi dengan situasi normal yang baru dengan menerapkan protokol kesehatan seperti menjaga jarak sosial dan kewajiban mengenakan masker terhadap warganya.

Laporan UNEP

Sementara itu badan PBB untuk program lingkungan yang bermarkas di Nairobi, Kenya, United Nations Environment Programme (UNEP) menyatakan bahwa pandemi seperti virus korona akan semakin sering terjadi di masa depan. "Penyakit yang asalnya dari binatang di masa depan bisa jadi lebih sering melompat ke manusia. Wabah seperti Covid-19 bisa semakin sering melanda," demikian peringatan UNEP.

"Jika manusia terus mengeksploitasi dunia binatang dan merusak ekosistem, kita bisa memperkirakan akan semakin banyak penyakit yang ditularkan binatang kepada manusia di tahun-tahun mendatang," ucap Inger Andersen, direktur eksekutif UNEP.

Andersen menambahkan, untuk mencegah wabah semacam itu di masa depan, kita harus makin meningkatkan kesadaran untuk melindungi lingkungan. "Pandemi menghancurkan sendi kehidupan dan ekonomi, seperti yang kita lihat beberapa bulan belakangan, yang paling menderita adalah warga miskin," ungkap Andersen.

Andersen menambahkan, sekitar 60 persen penyakit infeksi pada manusia yang saat ini telah diidentifikasi dan 75 persen dari penyakit infeksi baru adalah penyakit zoonosis, yakni penyakit yang ditularkan hewan kepada manusia. Sebagian besar peningkatan penyakit zoonosis terjadi akibat meningkatnya interaksi antara manusia, binatang dan lingkungan.

Laporan UNEP menyebutkan ada tujuh tren yang diidentifikasi memicu prevalensi penyakit zoonosis antara lain meningkatnya permintaan protein hewani, pertanian intensif yang tidak berkelanjutan, meningkatnya urbanisasi, eksploitasi lingkungan dan perubahan iklim.

Peranan besar untuk lompatan penyakit hewan pada manusia adalah eksploitasi dunia binatang, lewat perburuan, perdagangan dan konsumsi hewan liar. Oleh karena itu para pakar dalam laporan itu juga meminta pemerintah menanamkan investasi lebih besar di bidang kesehatan publik, pertanian berkelanjutan, mengakhiri eksploitasi satwa liar dan mereduksi perubahan iklim. AFP/DW/dpa/I-1

Baca Juga: