ROMA - Organisasi Pangan dan Pertanian atau Food and Agriculture Organization (FAO) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada Jumat (5/1), mengatakan harga komoditas pangan global, seperti biji-bijian dan minyak nabati turun tahun lalu dari rekor tertinggi pada 2022, ketika perang Russia di Ukraina, kekeringan dan faktor-faktor lain turut memperburuk kelaparan di seluruh dunia.

Dikutip dari Voice of America (VoA), Indeks Harga Pangan FAO, yang mengukur perubahan bulanan harga komoditas pangan internasional yang umum diperdagangkan, tahun lalu turun 13,7 persen dibandingkan rata-rata pada 2022, namun indeks harga gula dan beras tetap meningkat.

Pada bulan lalu, indeks harga pangan turun sekitar 10 persen dibandingkan Desember 2022. Penurunan harga komoditas pangan pada 2023 terjadi meskipun tahun ini merupakan tahun yang sulit bagi ketahanan pangan di seluruh dunia.

Dampak iklim seperti cuaca kering, banjir dan fenomena El Nino yang terjadi secara alami, dikombinasikan dengan dampak konflik seperti perang di Ukraina, larangan perdagangan pangan yang menambah inflasi pangan dan melemahnya mata uang telah merugikan negara-negara berkembang khususnya.

Meskipun harga komoditas pangan seperti biji-bijian telah mengalami penurunan akibat lonjakan yang menyakitkan pada 2022, tetapi penurunan harga tersebut kerap belum dirasakan oleh para pemilik toko, pedagang kaki lima, dan keluarga yang berusaha memenuhi kebutuhan hidup.

Menurut badan PBB lainnya, Program Pangan Dunia atau World Food Program (WFP), lebih dari 333 juta orang menghadapi tingkat kerawanan pangan akut pada tahun 2023.

Beras dan gula khususnya menjadi masalah tahun lalu karena dampak iklim di wilayah-wilayah berkembang di Asia, dan sebagai dampaknya, harga-harga meningkat, terutama di negara-negara Afrika.

Pasokan Berjalan Baik

Kecuali beras, indeks biji-bijian FAO tahun lalu berada 15,4 persen di bawah rata-rata tahun 2022, mencerminkan pasokan pasar global yang baik. Hal ini terjadi meskipun Russia menarik diri dari perjanjian masa perang yang mengizinkan pasokan gandum dari Ukraina ke negara-negara di Afrika, Timur Tengah, dan Asia.

"Negara-negara yang membeli gandum telah mendapatkan pasokan dari negara lain, terutama dari Russia, dengan harga yang lebih rendah dibandingkan sebelum perang dimulai," kata para analis.

Indeks beras FAO naik 21 persen tahun lalu karena pembatasan ekspor beberapa jenis beras oleh India dan kekhawatiran mengenai dampak El Niño terhadap produksi beras. Hal ini berarti harga yang lebih tinggi bagi keluarga berpenghasilan rendah, termasuk di Senegal dan Kenya.

Demikian pula, indeks gula badan tersebut tahun lalu mencapai level tertinggi sejak 2011, meningkat 26,7 persen dari 2022 karena kekhawatiran tentang rendahnya pasokan. Hal ini terjadi setelah cuaca kering yang luar biasa merusak panen di India dan Thailand, eksportir terbesar kedua dan ketiga di dunia.

Baca Juga: