Di tengah-tengah kesibukan bangsa Indonesia menerima kedatangan tamu Pemimpin Umat Katolik Dunia yang juga Kepala Negara Vatikan, Paus Fransiskus, Kamis (5/9), kabar duka muncul di berbagai media massa dan media sosial.
Faisal Basri Batubara, ekonom dan politisi senior ini, meninggal dunia dalam usia 65 tahun akibat serangan jantung, Kamis dini hari, di Rumah Sakit di Jakarta Selatan. Ia masuk rumah sakit mulai Senin (2/9).
Faisal lahir di Bandung 6 November 1959. Menyelesaikan pendidikan sarjananya di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (1985) dan meraih gelar Master of Arts bidang ekonomi di Vanderbilt University, Nashville, Tennessee, Amerika (1988).
Dalam karir akademisnya, Fasial pernah menjadi Ketua Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Ketua Jurusan ESP (Ekonomi dan Studi Pembangunan) FEBUI (1995-1998), dan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Perbanas Jakarta (1999-2003).
Sementara di bidang pemerintahan, Faisal Basri pernah menjadi anggota Tim Perkembangan Perekonomian Dunia pada Asisten II Menteri Koordinator Bidang EKUIN (1985-1987) dan anggota Tim Asistensi Ekuin Presiden RI (2000).
Sebagai ekonom, Faisal yang juga pendiri INDEF (Institue for Development of Economics and Finance) terkenal kritis, idealis, dan beritegritas. Tidak jarang, kiritik pedas yang disampaikan itu tertuju pada koleganya sesama pengajar di UI yang duduk dalam pemerintahan.
Ia pernah mengkiritk besarnya utang Indonesia. Utang Indonesia yang saat ini mencapai 8.500 triliun rupiah membuat pemerintah harus berutang untuk membayar utang. Sehingga pada 2045, saat Indonesia genap merayakan 100 tahun kemerdekaannya, cita-cita Indonesia Emas biisa berubah menjadi Indonesia Cemas.
Terjun ke Politik
Di politik, keponakan mantan Wakil Presiden Adam Malik ini, tercatat sebagai salah satu pendiri Majelis Amanah Rakyat (Mara) yang menjadi cikal bakal Partai Amanat Nasional (PAN) saat awal reformasi. Dari situlah, ia ditunjuk sebagai Sekretaris Jenderal PAN pada 1998-2000. Faisal Basri memutuskan mundur dari PAN pada Januari 2001, namun tetap aktif di politik dengan mendirikan organisasi Pergerakan Indonesia.
Tidak berhenti di situ, Faisal Basri bahkan pernah menjadi calon gubernur independen di Pilgub DKI Jakarta 2012. Ia menggalang dana kampanyenya lewat sistem fundraising secara online, sesuatu yang baru dalam politik Indonesia.
Di Pilgub saat itu, Faisal Basri menggandeng Biem Benjamin menjadi penantang Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Ia berhasil mengumpulkan KTP pendukung untuk diserahkan ke KPU Jakarta. Ia pun lolos dan menjadi peserta Pilgub DKI. Selain melawan Jokowi-Ahok, Faisal-Biem juga menantang pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli, Hendardji Supandji-Ahmad Riza Patria yang juga calon independen, Hidayat Nur Wahid-Didik J Rabini, dan Alex Noerdin yang saat itu menjadi Gubernur Sumatera Selatan dan pasangannya Nono Sampono.
Sayangnya, Faisal Basri tak lolos pada putaran kedua. Ia kalah oleh pasangan Jokowi-Ahok dan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli. Meskipun ia tak lolos putaran kedua, tapi suara yang diperoleh lebih banyak dari calon parati politik, yaitu Alex-Nono yang diusung Partai Golkar dan koalsinya. Faisal-Biem meraih 215.935 suara sedangkan Alex-Nono meraih 202.463 suara.
Faisal patut berbangga dengan perolehan suara yang didapatnya. Perolehan suara itu merupakan kemenangan calon gubernur independen sebagai penyeimbang demokrasi. Apalagi dia berhasil mengalahkan partai besar, Partai Golkar.
Kini Faisal Basri telah tiada. Faisal Basri telah dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Menteng Pulo, Jakarta Selatan. Kepergiannya meninggalkan banyak pelajaran kepada kita semua Bangsa Indonesia, baik itu di bidang ekonomi maupun politik. Selamat jalan Bung Faisal Basri. Semoga mendapat tempat terindah di sisi-Nya.