Sesuai dengan indikasi kenaikan kasus Covid-19 di Indonesia maka penetapan PPKM Level 1 sudah tepat.

JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menerbitkan Izin Edar Darurat (Emergency Use Authorization/ EUA) untuk penggunaan vaksin Covid-19 Pfizer sebagai dosis penguat atau booster bagi anak usia 16-18 tahun. "Vaksin Comirnaty merupakan vaksin Covid-19 dengan platform mRNA yang dikembangkan oleh Pfizer-Biontech.

Vaksin ini merupakan satu dari 13 vaksin Covid-19 yang telah mendapatkan persetujuan EUA di Indonesia," kata Kepala BPOM, Penny K Lukito melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (2/8). Dosis booster yang disetujui sebanyak 1 dosis (30 mcg/0.3 mL) untuk sekurang-kurangnya 6 bulan setelah dosis kedua vaksinasi primer menggunakan Vaksin Pfizer (booster homolog).

Data studi klinik terhadap anak usia 16 tahun ke atas yang diberikan dosis booster vaksin tersebut menunjukkan efikasi sebesar 95,6 persen dalam mencegah terjadinya Covid-19.

Seperti dikutip dari Antara, Data Real World Evidence menunjukkan efektivitas booster vaksin Comirnaty sebesar 93 persen dalam menurunkan jumlah hospitalisasi akibat Covid- 19, 92 persen dalam menurunkan risiko Covid-19 berat, dan 81 persen dalam menurunkan kematian karena Covid-19.

Penny mengatakan keputusan BPOM menerbitkan EUA tersebut juga didasari rekomendasi Komisi Komite Nasional Penilaian Obat dan Vaksin Covid-19, Indonesian Technical Advisory Group of Immunization (ITAGI), dan asosiasi klinisi.

"Bersama persetujuan perluasan EUA Vaksin Comirnaty untuk dosis booster anak usia 16- 18 tahun ini, BPOM juga menerbitkan factsheet yang dapat diacu oleh tenaga kesehatan dan informasi produk yang dikhususkan untuk masyarakat," katanya.

Epidemiolog Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan penetapan level 1 di Indonesia perlu disertai peningkatan surveilans untuk memastikan kondisi yang terjadi di tingkat tapak terutama di luar Jawa dan Bali.

Sudah Tepat

Miko mengatakan sesuai dengan indikasi yang ada maka penetapan PPKM Level 1 sudah tepat dilakukan tapi dia menyoroti penting upaya surveilans perlu kembali ditingkatkan untuk memastikan didapatinya gambaran nyata yang terjadi di masyarakat.

"Menurut saya di luar Jawa- Bali surveilans atau pemeriksaannya sudah menurun. Kalau surveilans tidak sensitif atau tidak diperiksa, masyarakatnya juga jarang yang memeriksa dan menurut saya upaya deteksi di puskesmas juga berkurang," kata akademisi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) itu.

Dengan dilakukannya kembali peningkatan surveilans dan deteksi di berbagai wilayah maka akan didapatkan gambaran kondisi di masyarakat untuk mendukung kebijakan yang akan diambil. Hal itu perlu dilakukan menghadapi potensi penularan yang terjadi dan menghindari kemungkinan peningkatan kasus secara perlahan dan munculnya mutasi baru seperti yang terjadi di India.

Untuk itu dia mengatakan diperlukan dukungan termasuk dana untuk memastikan langkah- langkah pelacakan kontak dapat dilakukan intens di dalam masyarakat.

"Bisa dipermudah untuk pemeriksaan PCR atau dimurahkan, yang bayar subsidinya pemerintah asal dia mengisi form tracing," katanya. Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk memperpanjang PPKM untuk mengantisipasi potensi kenaikan kasus Covid-19 di Indonesia.

Perpanjangan itu dituangkan pada Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 38 Tahun 2022 untuk PPMK di Jawa dan Bali yang berlaku 2-15 Agustus 2022. Sementara di luar Jawa dan Bali diperpanjang lewat keluarnya Inmendagri Nomor 39 Tahun 2022 yang berlaku pada 2 Agustus 2022 sampai 5 September 2022.

Dalam pernyataan di Jakarta, Selasa (2/8/), Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Safrizal ZA mengatakan kondisi penetapan PPKM Level 1 di seluruh Indonesia dilakukan berdasarkan pertimbangan sejumlah pakar yang melihat kondisi di lapangan. Kenaikan kasus Covid-19 terjadi, tapi hal itu perlu dilihat secara bersamaan dengan tingkat keterisian rumah sakit yang masih rendah.

Baca Juga: