SURABAYA - Tim dari Pusat Penelitian Mitigasi, Kebencanaan, dan Perubahan Iklim (Puslit MKPI) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS),bekerja sama dengan tim dari Ikatan Alumni (IKA) ITS, melakukan survei dan kajian bencanaselama tiga hari ke kawasan terdampak bencana Gunung Semeru, di Dusun Umbulan, Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, Lumajang, sejak Senin (13/12).

Peneliti senior dari Puslit MKPI ITS, Amien Widodo mengatakan, hasil penelitian dapat digunakan sebagai rekomendasi penanggulangan bencana di masa depan. Kunjungan survei ini meliputi survei geologi, vulkanologi, hidrologi, pemetaan kawasan terdampak, dan survei drone.

Menurut Amin, ancaman lain dari erupsi Gunung Semeru adalah tanah longsor yang bersamaan dengan hujan dan awan panas. Namun di pos pantau gunung berapi belum memiliki sistem pengamatan tersebut, maka dapat dijadikan penelitian lebih lanjut agar tidak terjadi dampak lain dari erupsi gunung ini.

"Untuk ke depannya bisa dibuat alat sensor warning system terkait longsor dan dimasukkan ke pos pantau agar meningkatkan kewaspadaan aktivitas gunung," ujarnya.

Anggota tim Puslit MKPI Techn Umboro Lasminto mengatakan bahwa ada potensi bencana susulan yang dikhawatirkan akibat area penumpukan lahar yang meluas. Hal tersebut menyebabkan perubahan arah aliran air sungai, sehingga aliran air tidak terkontrol dan diperparah dengan kondisi hujan yang terjadi hingga bulan April.

Diungkapkannya, terbentuknya arah aliran sungai yang baru bisa mengarah pada permukiman penduduk yang dapat menyebabkan banjir. "Hal yang harus dilakukan adalah mencari solusi agar arah aliran air kembali pada aliran sungai semula," jelas dosen Teknik Sipil ITS tersebut.

Anggota tim lainnya, M Haris Miftakhul Fajar mengingatkan bahwa dengan adanya bencana erupsi Gunung Semeru ini bukan saatnya saling menyalahkan, namun saatnya memaksimalkan peran masing-masing stakeholder yang ada.

"Selain itu, kita juga harus evaluasi terkait early warning system, proses mitigasi bencana, dan sosialisasi kepada penduduk," ungkapnya.

Untuk early warning system, menurut dosen Teknik Geofisika ITS ini, perlu melengkapi pengamatan visual dengan kamera termal yang bisa menangkap awan panas pada volume yang besar. "Sebagai akademisi, kami juga perlu melakukan penelitian terkait tipe erupsi Gunung Semeru ini," pungkas ahli geologi ITS itu.

Terhitung mulai Kamis (16/12) pukul 23.00 WIB, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menaikkan status Gunung Semeru menjadi Siaga level 3.

"Kenaikan status itu mengingat aktivitas Gunung Semeru masih tinggi dan telah terjadi peningkatan jarak luncur awan panas guguran serta aliran lava," kata Kepala Badan Geologi, Eko Budi Lelono.

Berdasarkan pengamatan kegempaan teramati getaran didominasi oleh gempa letusan, hembusan, dan guguran dengan jumlah gempa guguran meningkat dalam tiga hari terakhir sebanyak 15-73 kejadian per hari dari rata-rata delapan kejadian per hari sejak tanggal 1 Desember 2021.

Baca Juga: